BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam sejarah
Republik ini, nasionalisasi perusahaan asing pernah menjadi kebijakan resmi
pemerintah, yang didukung oleh kekuatan politik progresif. Itu terjadi pada
masa pemerintahan Bung Karno di akhir tahun 1957. Kebijakan nasionalisasi
ini muncul sebagai akibat dari ‘buntunya’ perjuangan mengembalikan Irian Barat
dari tangan Belanda ke pangkuan Republik Indonesia (RI) melalui jalur
diplomasi, pasca perjanjian konferensi meja bundar (KMB) 1949.
Pemerintahan Bung Karno memutuskan untuk menghadapi
Belanda dengan cara frontal, yakni membatalkan perjanjian KMB
secara sepihak.
Organ-organ
yang terkait dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) dan lainya, seperti SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan KBM (Kesatuan Buruh
Marhaenis), menjadi pelopor dalam aksi-aksi massa menuntut
pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda dan asing lainnya, sebagai bentuk
resistensi terhadap eksistensi kolonial Belanda yang belum terlikuidasi
sepenuhnya di Republik ini.
Akhirnya,
pemerintah Bung Karno pun merespon keinginan massa rakyat tersebut.
Hasil rapat Kabinet Djuanda pada 28 November 1957 menghasilkan
beberapa keputusan penting terkait hal tersebut, antara lain: pemerintah
memutuskan untuk mendukung demonstrasi dan pengambillalihan beberapa perusahaan
Belanda. Disinilah terlihat sinergi antara pemerintahan Indonesia merdeka
dibawah pimpinan Bung Karno dan Djuanda dengan gerakan-gerakan rakyat
progresif yang disokong PNI dan PKI guna mengakhiri kekuasaan ekonomi
Belanda.
Hal-hal semacam inilah yang
membuat Pemerintah Amerika Serikat menjadi gerah dan gemes terhadap presiden
pertama Indonesia, mereka tidak suka dan dengan planning tertentu berusaha
untuk memindahkan kedudukan Sukarno dengan orang lain yang tentunya memihak dan
mau menjadi penjilat telapak kaki Negara Paman Sam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang Amerika dalam membidani Indonesia ?
2. Bagaimanakah Intervensi Amerika dalam pembebasan Irian Barat ?
3. Bagaimana Peran CIA pada pemberontakan PRRI/Permesta ?
4. Bagaimana dengan Terbukanya Upeti Besar Asia?
1.3 Tujuan
1. Dapat
mengetahui latar belakang Amerika dalam membidani
Indonesia.
2. Mengetahui Intervensi Amerika dalam pembebasan Irian Barat.
3. Mengetahui dan memahami Peran CIA pada pemberontakan PRRI/Permesta.
4. Mengetagui
bagaimana Terbukanya Upeti Besar Asia.
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1 Latar
Belakang Amerika Serikat dalam membidani Indonesia.
Kemenangan
kaum komunis dalam Revolusi Merah Oktober 1917 begitu mencemaskan AS. Sejak
itu, AS merancang satu strategi untuk menghancurkan Rusia. “Tanggal 8 Januari
1918, Presiden AS Woodrow Wilson mengumumkan Program 14 Pasal. Dalam suatu
komentar rahasia mengenai program ini, Wilson mengakui jika usaha menghancurkan
dan mencerai-beraikan Uni Soviet sudah direncanakan. ” Dan dikemudian hari,
kita sama-sama mengetahui bahwa Soviet benar-benar dihancurkan di tahun 1992. Truman
Doctrine untuk mengepung penyebaran komunisme dikeluarkan pada 1947. Disusul
dengan Marshall Plan tahun berikutnya guna membangun kembali Eropa dari
puing-puing akibat PD II.
Indonesia
sebagai objek utama Marshall Plan desain Amerika, planing yang muncul sebagai
sebuah ketakutan akut Amerika jika Indonesia berubah menjadi Negara Komunis,
Negara yang seirama dengan UniSoviet musuh besar Amerika kala itu. Jelas
perubahan Indonesia menjadi Negara komunis akan menjadi sandungan besar bagi
perjalanan hidup neokolonialisme yang
Amerika pilih. Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan
satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana dasar Marshall
Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den Haag mampu
untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan embargo
ekonomi terhadap pemerintah RI yang berpusat di Jogja kala itu.
Bukan itu saja, Washington juga secara
rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal itu
bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada
musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan
mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda
dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.
Perhatian AS terhadap Indonesia sangat
besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan letaknya yang sangat strategis
dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa. Untuk itu AS pun membangun
basecamp nya
dibeberapa titik :
1) Pada 8
September 1951, AS mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang,
2) Pangkalan Clark dan Subic di Philipina berdiri
pada 30 Agustus 1951,
3) ANZUS
(Australia, New Zealand, and AS) berdiri pada 1 September 1951,
4) Korea Selatan pada 1 Oktober 1953,
5) Taiwan pada 2 Desember 1954
Namun hebatnya, semua perkembangan
global di atas telah dipelajari dengan seksama oleh Presiden RI 1 yang sejak
muda sudah menunjukkan kekritisannya. Soekarno tahu jika negerinya ini
menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh paham
jika suatu hari Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri yang
besar dan makmur. Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala bentuk
Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.
Dalam pandangan Soekarno, Soviet lebih
bisa dipercaya ketimbang AS karena Soviet belum pernah menjadi negara kolonial
di luar negeri, sebaliknya Inggris dan Perancis adalah bekas negara-negara
kolonial yang bersekutu dengan AS. Atas sikap keras kepala Soekarno yang tidak
mau tunduk pada keinginan AS guna membentuk Pan- Pacific untuk melawan kekuatan
komunisme, dan di sisi lain juga berarti menentang tunduk pada sistem
kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme dan imperialisme di mana AS
menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi Amerika untuk menundukkan
Soekarno kecuali untuk menyingkirkannya.
2.2 Intervensi Amerika Serikat dalam Pembebasan Irian Barat
WASHINGTON, 22 Agustus – Allen Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat
yang menjalani hukuman seumur hidup dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada
tanggal 2 Juli dan selama beberapa minggu sudah berada di Amerika
Serikat….Menurut Reap, pilot itu dibebaskan sebagai bagian dari amnesti umum
dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi untuk memperoleh pembebasannya….”
Hal ini memberikan adanya perubahan pandangan pembebasan
warga negara Amerika Serikat yang sebelumnya mendapatkan sanksi hukuman seumur
hidup menjadi bebas tanpa syarat dan dikembalikan ke negaranya. Keterlibatan
Amerika Serikat dalam berbagai perjuangan politik Indonesia pun terkuat melalui
penangkapan Allen Pope sebagai agen CIA yang menyamar tersebut. Dalam Operasi
Trikora yang disebut juga sebagai upaya yang dilancarkan Indonesia untuk
menggabungkan wilayah Irian Barat. Hal ini terjadi terkait dengan nasionalisme
yang ditekankan pada masa pemerintahan Soekarno sehingga pada tanggal 19
Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di
Alun-alun Utara Yogyakarta. Pembentukan berbagai komando dan penyelenggaraan
operasi-operasi militer juga diberlakukan Soekarno dalam penanggulangan permasalahan
di Irian Barat tersebut.
Kepentingan awal yang mengakar pada masa Perang Dingin
tersebut adalah adanya penyebaran demokrasi, Dari kasus-kasus yang sudah
terjadi, kesuksesan penyebaran demokrasi memiliki tiga kerakteristik yang bisa
dijadikan sebagai pembanding, yaitu:
1)
Adanya inisiatif
yang datang dari masyarakat yang bersangkutan.
2)
Bentuk dukungan
eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap pemilihan
serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk berorganisasi.
3)
Daya penerimaan
kekuatan pro-demokrasi dari negara luar, sangat bergantung kepada sejarah
spesifik masyarakat dan jenis dari nasionalisme penduduk setempat yang ada.
Peran Amerika Serikat dalam penyebaran demokrasi yang
terjadi melalui dan melewati konflik yang terjadi di Irian Barat tersebut
berkelanjutan dengan adanya desakan-desakan Amerika Serikat terhadap Belanda
untuk terus melakukan perundingan-perundingan dengan pihak Indonesia. Sehingga
untuk menghindari konfrontasi yang lebih lanjut, diadakanlah perjanjian antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan
nama Perjanjian New York. Dalam hal inilah peran aktif dan langsung yang
dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap permasalahan Irian Barat terlihat jelas. Keterlibatan maupun intervensi Amerika
Serikat dalam permasalahan Irian Barat tersebut tidak terlepas dari adanya
peran Soekarno sebagai presiden yang memimpin pada masa perjuangan Irian Barat
tersebut. Kemudian keterlibatan-keterlibatan Amerika Serikat terlihat jelas
melalui adanya peran-peran CIA dan organisasi lainnya dalam proses intervensi
politik Indonesia oleh Amerika Serikat sendiri termasuk permasalahan Irian
Barat, serta berujung kepada permohonan pembebasan Allan Pope untuk kembali ke
Amerika Serikat. Ketakutan Amerika Serikat terlihat di dalam cara
penanganan-penanganan permasalahan Irian Barat yang memerlukan
rekayasa-rekayasa sosial dalam hal militer dan juga ekonomi, walaupun mendapat
perlawanan dari Soekarno itu sendiri. Permasalahan Irian Barat pun dianggap
sebagai suatu kesempatan untuk memecah Indonesia untuk kembali di bawah jajahan
Belanda sebagai bagian dari Blok Barat di masa Perang Dingin tersebut, di mana
kebijakan presiden Amerika Serikat juga berperan di dalamnya pada masa itu.
2.3 Peranan CIA dalam
pemberontakan PRRI/Permesta
Pada 1957, untuk memperkuat perekonomian nasional,
Bung Karno bertindak cepat mengambil langkah berani dan cerdas dengan
menasionalisasi aset-aset milik Belanda. (Satu langkah yang bahkan mungkin
tidak ada dalam gambaran SBY saat ini). Soekarno tahu jika rakyat tentu
mendukung penuh langkah ini. Namun Soemitro dan rekan-rekannya yang PRO BARAT
dengan berani menentang Bung Karno dan malah bergabung dengan para pemberontak
PRRI/PERMESTA yang didukung penuh CIA.
Dalam operasi mendukung PRRI/PERMESTA, AS menurunkan
kekuatan yang tidak main-main. CIA menjadikan Singapura, Filipina (Pangkalan AS
Subic & Clark), Taiwan, dan Korea Selatan sebagai pos suplai dan pelatihan
bagi pemberontak. Dari Singapura, pejabat Konsulat AS yang berkedudukan di
Medan, dengan intensif berkoordinasi dengan Kol. Simbolon, Sumitro, dan Letkol
Ventje Soemoeal.
Malam hari, 7 Desember 1957, Panglima Operasi AL-AS
Laksamana Arleigh Burke memerintahkan Panglima Armada ke-7 (Pacific) Laksamana
Felix Stump menggerakkan kekuatan AL-AS yang berbasis di Teluk Subic untuk
merapat ke Indonesia
dengan kecepatan penuh tanpa boleh berhenti di mana pun. Satu divisi pasukan
elit AS, US-Marine, di bawah pengawalan sejumlah kapal penjelajah dan kapal
perusak disertakan dalam misi tersebut. Dalih AS, pasukan itu untuk mengamankan
instalasi perusahaan minyak AS, Caltex, di Pekanbaru, Riau.
Selain memberikan ribuan pucuk senjata api dan
mesin, lengkap dengan amunisi dan aneka granat kepada para pemberontak, CIA
juga mendrop sejumlah alat perang berat seperti meriam artileri, truk-truk
pengangkut pasukan, aneka jeep, pesawat tempur dan pembom, dan sebagainya.
Bahkan sejumlah pesawat tempur AU-Filipina dan AU-Taiwan seperti pesawat F-51D
Mustang, pengebom B-26 Invader, AT-11 Kansan, pesawat transport Beechcraft,
pesawat amfibi PBY 5 Catalina dipinjamkan CIA kepada pemberontak.
Sebab itulah, pemberontak bisa memiliki angkatan
udaranya sendiri yang dinamakan AUREV (AU Revolusioner). Beberapa pilot pesawat
tempur tersebut bahkan dikendalikan sendiri oleh personil militer AS, Korea
Selatan, Taiwan, dan juga Filipina.
2.4 Terbukanya
Upeti Besar Asia
Walau
awalnya AS membantah keterlibatannya, namun mantan Dubes AS Howard P. Jones
mengakui jika dirinya tahu jika CIA ada di belakang pemberontakan itu. Hal ini
ditegaskan Jones dalam memoarnya “Indonesia: The Possible Dream” (1990; h.145).
Upaya CIA menumbangkan Bung Karno selalu menemui kegagalan. Dari membuat film
porno “Bung Karno”, sampai dengan upaya pembunuhan dengan berbagai cara.
Hal
ini menjadikan CIA harus bekerja ekstra keras. Apalagi Bung Karno secara cerdik
akhirnya membeli senjata dan peralatan militer ke negara-negara Blok Timur dalam
jumlah besar, setelah AS menolak memberikan peralatan militernya. AS tentu
tidak ingin Indonesia lebih jauh bersahabat dengan Blok Timur. Sebab itu,
setelah gagal mendukung PRRI/PERMESTA, sikap AS jadi lebih lunak terhadap
Indonesia. Namun walau di permukaan AS tampak kian melunak, sesungguhnya AS
tengah melancarkan ‘operasi dua muka’ terhadap Indonesia. Di permukaan AS ingin
terlihat memperbaharui hubungannya dengan Bung Karno, namun diam-diam CIA masih
bergerak untuk menumbangkan Bung Karno dan menyiapkan satu pemerintah baru
untuk Indonesia yang mau tunduk pada kepentingan Amerika.
Di
sisi lain, CIA juga menggarap satu proyek membangun kelompok elit birokrat baru
yang PRO BARAT yang kini dikenal sebagai ‘Berkeley Mafia’. Sumitro dan
Soedjatmoko merupakan tokoh penting dalam kelompok ini. (untuk hal ini lebih
lanjut silakan baca artikel David Ransom: “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal
di Indonesia, Kuda Troya Baru dari Universitas-Universitas di Amerika Serikat
Masuk ke Indonesia”; Ramparts; 1971).
Terbukanya
Upeti Besar dari Asia Tumbangnya Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto disambut
gembira pihak Washington. Presiden AS Richard M. Nixon sendiri menyebut hal itu
sebagai “Terbukanya upeti besar dari Asia”. Indonesia memang laksana peti harta
karun yang berisi segala kekayaan alam yang luar biasa. Jika oleh Soekarno
kunci peti harta karun ini dijaga baik-baik bahkan dilindungi dengan segenap
kekuatan yang ada, maka oleh Jenderal Suharto, kunci peti harta karun ini
justru digadaikan dengan harga murah kepada Amerika Serikat. Apalagi di zaman
pemerintahan SBY saat ini.
Prosesi
digadaikannya seluruh kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan
kolonialisme Barat terjadi di Swiss, November 1967. Jenderal Suharto mengirim
sat tim ekonomi dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tim yang
kelak disebut sebagai Mafia Berkeley, menemui para CEO korporasi multinasional
yang dipimpin Rockefeller. Dalam pertemuan inilah tanah Indonesia yang kaya
raya dengan bahan tambang dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan
kepada
korporasi-korporasi
asing.
Freeport
mendapat gunung emas di Irian Barat, demikian pula yang lainnya. Bahkan
landasan legal formal untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia pun
dirancang di Swiss ini yang kemudian dikenal sebagai UU Penanaman Modal Asing
tahun 1967 (John Pilger; The NewRulers of the World). Dan jangan lupa, semua
CEO korporasi asing tersebut dikuasai oleh jaringan Yahudi Internasional. Sejak
kegagalan mendukung PRRI/PERMESTA, National Security Council (NSC) lewat CIA
terus memantau perkembangan situasi Indonesia secara intens. Sejumlah
lembaga-lembaga sipil dan militer AS juga sangat aktif menggodok orang-orang
Indonesia yang dipersiapkan duduk di kursi kekuasaan paska Soekarno. Orang yang
dijadikan penghubung antara CIA dan Suharto dalam hal ini adalah Adam Malik
(lihat tulisan Kathy Kadane, seorang lawyer dan jurnalis State News Service,
berjudul “Para Mantan Agen Berkata: CIA Menyusun Daftar Kematian di Indonesia”;
Herald Journal, 19 Mei 1990.)
Untuk
membangun satu kelompok militer—terutama Angkatan Darat—di Indonesia yang
‘baru’ (baca: pro Amerika), AS menyelenggarakan pendidikan militer untuk para
perwira Indonesia ini di Fort Leavenworth, Fort Bragg, dan sebagainya. Pada
masa antara 1958-1965 jumlah perwira Indonesia yang mendapat pendidikan ini
meningkat menjadi 4.000 orang. (Suroso; 2008; h. 373)
AS telah
memanfaatkan para pejabat Indonesia PRO BARAT ini untuk memuluskan
kepentingannya. Bahkan Tim Werner dalam “Legacy of Ashes: A History of CIA”
(2007) menulis jika Adam Malik telah direkrut menjadi agen CIA lewat pengakuan
seorang mantan agen CIA bernama McAvoy. Walau yang terakhir ini sempat jadi
polemik, namun kedekatan Adam Malik—dan kawan-kawan-dengan para pejabat AS saat
itu adalah suatu fakta sejarah.
Demikianlah.
Sudah banyak literatur dan dokumen yang membongkar keterlibatan CIA di dalam
peristiwa Oktober 1965, yang pada akhirnya menjatuhkan Soekarno dan menaikkan
Jenderal Suharto. Atas nama pembersihan kaum komunis di negeri ini, CIA turut
menyumbang daftar nama kematian (The Dead List) yang berisi 5.000 nama tokoh
dan kader PKI di Indonesia kepada Jenderal Suharto.
CIA
memang memberi daftar target operasi sejumlah 5.000 orang, namun fakta di
lapangan jauh di atas angka itu. Kol. Sarwo Edhie, Komandan RPKAD saat itu yang
memimpin operasi pembersihan ini, terutama di Jawa Tengah dan Timur, menyebut
angka tiga juta orang yang berhasil dihabisi. Bukan tokoh PKI saja yang
dibunuh, namun juga orang-orang kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi
korban politik kotor konspiratif antara CIA dengan para ‘local army friend’. Dan
tahukah anda strategi CIA dalam menggulingkan Soekarno kembali dipakai untuk
membantu junta militer Chili mengudeta Presiden Salvador Allende yang Sosialis,
dan menaikkan Wakil Panglima Bersenjata Chili Augusto Pinochet Agurte dengan
nama sandi : OPERASI JAKARTA (operasi bentukan Presiden AS Richard Nixon).
BAB 3. PENUTUP
3.l Simpulan
Indonesia sebagai objek utama Marshall
Plan desain Amerika, planing yang muncul sebagai sebuah ketakutan akut Amerika
jika Indonesia berubah menjadi Negara Komunis, Negara yang seirama dengan
UniSoviet musuh besar Amerika kala itu. Jelas perubahan Indonesia menjadi
Negara komunis akan menjadi sandungan besar bagi perjalanan hidup
neokolonialisme yang Amerika pilih. Indonesia
(istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan satu-satunya wilayah koloni Eropa
yang tercakup dalam rencana dasar Marshall Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS
kepada Belanda menyebabkan Den Haag mampu untuk memperkuat genggamannya atas
Indonesia. Belanda melancarkan embargo ekonomi terhadap pemerintah RI yang
berpusat di Jogja kala itu.
Bukan itu saja, Washington juga secara
rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal itu
bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada
musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan
mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda
dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.
Perhatian
AS terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan
letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa.
3.2 Saran
Dalam
mempelajari makalah ini diharapkan pembaca mempelajari lagi buku atau sumber
referensi yang lebih lengkap lagi dan yang selinier untuk memperkuat
pengetahuan atas informasi yang disajikan yang banyak sekali kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosutanto,
Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Edisi ke-4, cetakan ke-8, Jakarta: Penerbit
Balai Pustaka, 1993; 334)
Sutamto Dirdjosuparto, Sukarno Membangun Bangsa dalam
Kemelut Perang Dingin Sampai Trikora (Badan Kerja Sama Yayasan Pembina dan
Universitas 17 Agustus 1945 se-Indonesia, 1998;285)
Sundoro,hadi 2012.sejarah
amerika serikat .jember:jember university press,
http://votreesprit.wordpress.com/2012/01/01/terbongkarnya-jejak-cia-dibalik-sejarah-dan-pemberontakan-di-indonesia/