Kamis, 29 Mei 2014

Perkembangan Amerika Latin Pada Masa sebelum Perang Dunia II

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Amerika Latin adalah kawasan luas yang mencakup seluruh wilayah di belahan bumi barat di selatan Amerika Serikat. Wilayah ini terdiri atas Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Kepulauan Karibia. Kawasan ini terbagi menjadi 52 unit politik, termasuk di antaranya 33 negara independen dan 19 dependensi. Brasil adalah negara terbesar di Amerika Latin, baik dari segi wilayah maupun populasi. Negara ini menempati sekitar dua-perlima dari luas Amerika Latin dan memiliki sekitar sepertiga dari total penduduknya.
Sebelum orang Eropa pertama tiba di Amerika Latin pada akhir abad ke-15, wilayah ini telah dihuni selama ribuan tahun oleh orang-orang yang sekarang disebut Amerindian, yang berarti Indian Amerika atau penduduk asli Amerika. Kelompok Indian seperti Aztec, Inca, dan Maya telah mengembangkan peradaban awal yang sangat maju di kawasan Amerika Latin dan mendirikan kota serta kerajaan pertama di sana.
Selama abad ke-16 dan 17, bangsa Eropa menaklukkan sebagian besar suku Indian dan mendirikan koloni-koloni. Segera setelah orang Eropa tiba, mereka mulai mengirim orang kulit hitam dari Afrika untuk dijadikan budak, terutama ke Kepulauan Karibia dan beberapa daerah pesisir daratan. Kekuasaan Eropa di Amerika Latin berlangsung sekitar 300 tahun. Ongkos kemanusiaan dan lingkungan dari kolonisasi ini sangat tinggi. Pemerintah Eropa mengambil sumber daya alam dari Amerika Latin dan memaksa orang Amerindian dan kemudian budak Afrika untuk bekerja pada mereka.
Amerika Latin memiliki warisan budaya yang kaya yang memadukan banyak pengaruh. Tidak seperti Eropa dan Amerika Serikat, Amerika Latin berkembang dari tahun 1400-an sebagai masyarakat campuran di mana orang Amerindian, Eropa, dan Afrika hidup berdampingan. Meskipun mereka berbeda, berbagai bangsa Amerika Latin bisa hidup dan bekerja sama selama ratusan tahun. Selama berabad-abad, orang kulit putih, Indian, dan orang kulit hitam melakukan perkawinan. Pada abad ke-19 dan 20, imigran Asia, Arab, Prancis, Jerman, Italia, dan Yahudi turut menyumbangkan tradisi budaya mereka ke Amerika Latin. Saat ini, kebanyakan orang Amerika Latin adalah keturunan campuran. Kebanyakan mereka adalah keturunan Indian dengan kulit putih atau keturunan kulit hitam dengan kulit putih.
Orang-orang dari Amerika Latin berbagi banyak tradisi dan nilai-nilai yang muncul dari warisan kolonial bersama mereka. Mayoritas orang Amerika Latin berbicara dalam bahasa Spanyol, Portugis, atau Prancis, yang masing-masing dikembangkan dari Latin. Bahasa Inggris atau Belanda adalah bahasa resmi di beberapa daerah yang dijajah oleh Inggris atau Belanda. Para ilmuwan masih berbeda pendapat untuk memasukkan daerah tersebut sebagai bagian dari Amerika Latin.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan Amerika Latin pada abad ke-19 ?
2.      Bagaimana jalannya militerisasi di Amerika Latin ?
3.      Apa saja pengaruh Amerika Serikat terhadap Amerika Latin ?
4.      Bagaimana Pengaruh The Great Depresion terhadap Amerika Latin ?
1.3              Tujuan
1.      Mengetahui tentang perkembangan Amerika Latin pada abad ke-19.
2.      Mengetahui dan memahami akan jalannya militerisasi di Amerika Latin.
3.      Mengetahui tentang Apa saja pengaruh Amerika Serikat terhadap Amerika Latin.
4.      Mengetahui tentang Pengaruh The Great Depresion terhadap Amerika Latin.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1       Perkembangan Amerika Latin Abad ke-19
Selama abad ke-16 dan 17, bangsa Eropa menaklukkan sebagian besar suku Indian dan mendirikan koloni-koloni. Segera setelah orang Eropa tiba, mereka mulai mengirim orang kulit hitam dari Afrika untuk dijadikan budak, terutama ke Kepulauan Karibia dan beberapa daerah pesisir daratan. Kekuasaan Eropa di Amerika Latin berlangsung sekitar 300 tahun. Ongkos kemanusiaan dan lingkungan dari kolonisasi ini sangat tinggi. Pemerintah Eropa mengambil sumber daya alam dari Amerika Latin dan memaksa orang Amerindian dan kemudian budak Afrika untuk bekerja pada mereka.
Amerika Latin memiliki warisan budaya yang kaya yang memadukan banyak pengaruh. Tidak seperti Eropa dan Amerika Serikat, Amerika Latin berkembang dari tahun 1400-an sebagai masyarakat campuran di mana orang Amerindian, Eropa, dan Afrika hidup berdampingan. Meskipun mereka berbeda, berbagai bangsa Amerika Latin bisa hidup dan bekerja sama selama ratusan tahun. Selama berabad-abad, orang kulit putih, Indian, dan orang kulit hitam melakukan perkawinan. Pada abad ke-19 dan 20, imigran Asia, Arab, Prancis, Jerman, Italia, dan Yahudi turut menyumbangkan tradisi budaya mereka ke Amerika Latin. Saat ini, kebanyakan orang Amerika Latin adalah keturunan campuran. Kebanyakan mereka adalah keturunan Indian dengan kulit putih atau keturunan kulit hitam dengan kulit putih.
Orang-orang dari Amerika Latin berbagi banyak tradisi dan nilai-nilai yang muncul dari warisan kolonial bersama mereka. Mayoritas orang Amerika Latin berbicara dalam bahasa Spanyol, Portugis, atau Prancis, yang masing-masing dikembangkan dari Latin. Bahasa Inggris atau Belanda adalah bahasa resmi di beberapa daerah yang dijajah oleh Inggris atau Belanda. Para ilmuwan masih berbeda pendapat untuk memasukkan daerah tersebut sebagai bagian dari Amerika Latin.
Nama Amerika Latin berasal dari pertengahan abad ke-19, ketika orang Eropa dan Amerika Serikat telah memperluas pengaruh mereka di belahan dunia lain. Nama ini digunakan untuk membedakan bagian dari Amerika yang awalnya dihuni oleh orang Eropa yang menggunakan bahasa Romawi (dikembangkan dari bahasa Latin, meliputi bahasa Spanyol, Portugis, dan Perancis), dengan bagian dari Amerika yang dihuni oleh orang Anglo-Saxon Eropa yang berbicara dalam bahasa Inggris.
Pemerintah di Amerika Latin telah berubah sejak abad ke-19. Pada awal abad ke-19, banyak koloni Amerika Latin merdeka dan menjadi republik. Republik ini mendukung ide-ide demokrasi, namun dalam kenyataannya mereka cenderung menciptakan kembali sistem kolonial dalam bentuk baru. Para pemimpin republik baru itu tidak memiliki pengalaman dan kecakapan untuk menangani masalah-masalah sosial dan ekonomi yang serius. Di beberapa negara Amerika Latin, diktator militer merebut kekuasaan pemerintah. Negara-negara lain diperintah oleh segelintir keluarga kuat yang menggunakan posisi mereka untuk meningkatkan kekayaan pribadinya. Selama awal dan pertengahan abad ke-20, protes anti-pemerintah dan revolusi berdarah terjadi di seluruh wilayah Amerika Latin. Pemimpin sipil dan militer mencoba untuk menciptakan stabilitas politik di wilayah tersebut. Namun dalam prosesnya, banyak pemimpin yang membatasi hak-hak sipil rakyat Amerika Latin. Meski demikian, pada awal tahun 2000-an, sebagian besar negara Amerika Latin telah mendirikan pemerintahan demokratis.
2.2       Faktor Militer dan Militerisasi di Amerika Latin
            Golongan militer merupakan faktor dinamisasi (bahkan faktor pendobrak) yang sangat menentukan dlam perjuangan melawan penjajah. Setelah perjuangan kemerdekaan selesai, mereka mengatur dirinya dalam organisasi – organisasi militer yang lebih sempurna. Setelah perang kemerdekaan yang dilanjutkan revolusi, atau perang saudara dalam negeri, golongan militer “military elite” merupakan satu – satunya golongan yang keluar dari kesulitan dengan organisasi dan disiplin yang jauh lebih baik dibanding dengan golongan politik atau partai – partai politik.
Semula, semua golongan militer di Amerika Latin berkeinginan langsung untuk memainkan fungsi politiknya pula. Namun setelah melalui beberapa kesulitan, akhirnya fungsi politik golongan militer dapat berangsur – angsur berubah menjadi fungsi militer professional hingga sekarang. Timbullah profesionalisme militer yang sekarang ada di Meksiko, dimana kekuasaan pemerintahan berada di tangan kekuatan sipil dan kekuasaan militer hanya merupakan unsur pembantu keamanan kepolisian.
Namun berbeda dengan Negara – Negara di Amerika Latin lainnya. Mereka berkeinginan terus mempertahankan politiknya di sektor – sektor social – politik tanpa melepaskan kedudukan dan fungsinya sebagai militer. Intervensi militer ini memiliki beberapa motivasi diantaranya :
1.      Motif politik, yakni rasa tanggung jawab untuk mengatasi suatu kemacetan politik yang disebabkan oleh pergolakan dari partai – partai politik.
2.      Motif ekonomis, yaitu ingin menyelamatkan bangsa dari kehancuran  ekonomi. Bahkan ada pula yang menggunakan motif ekonomis-materiil untuk kepentingan pribadi.
3.      Didukung golongan sipil yang memiliki kepentingan ekonomis-materiil tertentu, karena bila mereka yang melakukannya sendiri, dirasa kurang kuat.
4.       Suatu tradisi, yakni tradisi adanya intervansi militer atau coup – coup militer di Amerika Latin.
Coup ini dimulai dengan telepon dari jenderal infanteri kepada menteri pertahanan bahwa ia akan melakukan coup dan memerlukan dukungan dari menteri. Menteri pura – pura tidak tahu, tapi memberikan bantuan. Kemudian terjadi tembak menembak di istana, Presiden ditahan, terjadi perubahan kabinet atau dibentuk junta militer. Si menteri tetap selamat dan jederal pemberontakpun naik panggung pemerintahan dan terjadilah pembagian rejeki.
Coup ini masih diterima masyarakat  sebagai salah satu cara untuk melakukan perubahan politik secara drastis sebab :
1)      Rakyatpun telah terbiasa, seolah – olah merupakan tradisi.
2)       Golongan militer memilki akar yang sangat kuat dalam masyarakat, karena tanpa dukungan mereka coup tidak akan berhasil.
3)      Di kalangan masyarakat luas ada pandangan bahwa golongan militer adalah pengemban cita – cita nasional yang murni, pengemban nasionalisme dan patriotism, hingga entah bagaimana mereka perlu didukung.
4)      Rakyat yang umumnya melihat golongan militer sebagai suati “kubu terhadap ancaman Komunisme”.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa militerisme Amerika Latin mula – mula mengambil bentuk militerisme dari suatu Negara-kepolisian, di mana golongan militer dipergunakan oleh pemerintah untuk menghancurkan golongan anti-pemerintah. Namun lambat laun timbul bentuk – bentuk baru yakni :
a.       Militerisme fasis
Dengan timbulnya Fasisme Italia dan Naziisme Jerman, pengaruhnya menjalar pula ke Amerika Latin, dan mulai memasuki tubuh Angkatan Perang. Hal ini terjadi di kalangan militer Bolivia, Brasil dan Argentina.
b.      Militerisme tenokrat
Didukung oleh perwira – perwira muda yang maju karena hasil pendidikan luar negeri, terutama dari Amerika Serikat Militerisme di Amerika Latin lebih mirip dengan apa yang ada di Spanyol, karena kesamaan sejarah. Militerisme Amerika Latin lahir dalam keadaan dimana rakyat tidak memilki sarana untuk menyalurkan tuntutan politik dan timbulnya oligharki dalam pemilikan tanah, yang memaksa golongan militer tampil ke depan melalui seorang caudillo, yakni seorang pemimpin/diktator militer yang memaksakan kehendaknya terhadap rakyat dalam mencapai ketertiban umum dalam abad 19 dan awal abad 20.
Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua macam lembaga militer, yakni :
1)         Bersifat politis, yakni dimana golongan militer memandang dirinya juga berfungsi politik dalam arti baik secara langsung maupun tidak langsung ikut dalam proses penentuan kebijaksanaan politik bangsa.
2)         Bersifat professional, yakni golongan iliter dibatasi hanya pada profesi militer teknis dan tunduk pada pemerintahan atau pimpinan politik golongan sipil. Seperti Meksiko yang telah memiliki militer bersifat professional.
Sedangkan untuk Angakatan Perang di Amerika Latin terdiri dari beberapa macam. Ada yang memiliki hanya dua structural yakni Angkatan Perang tetap dan kekuatan para militer yang keduanya dibawah pengawasan pemerintah. Kemudian ada pula yang memiliki tiga pola, yakni ditambah dengan “private army” yang dibiayai atau diorganisasikan oleh tuan – tuan tanah besar atau pejabat tinggi. Serta ada yang berpola empat, dengan tambahan pasuka gerilya, baik yang berada di bawah pengawasan pemerintah, maupun mereka yang berada di luarnya.
Satu – satunya yang tidak mempunyai Angkatan Perang adalah Costa Rica (sejak 1948), sedang Panama walaupun juga tidak memilki, tapi masih mempunyai “Nationl guard” dan golongan tersebut besar peranannya dalam penentuan kebijaksanaan pemerintah.


2.3       Pengaruh Amerika Serikat kepada Amerika Latin
Setelah upaya untuk mencapai kemerdekaan berhasil dilakukan oleh Negara Negara baru di Amerika latin muncul masalah kembali yakni ancaman imperialisme dari Negara Negara barat khususnya Spanyol. Pada tahun 1820-an, spanyol meminta bantuan kepada para sekutunya di eropa untuk menaklukkan kembali koloni koloninya di Amerika latin. Austria pun tertarik untuk membantu namun hal ini tidak disepakati oleh Inggris dan juga Amerika serikat.
Oleh karena itulah maka di tahun 1823, Inggris meminta Amerika serikat untuk membuat deklarasi bersama menentang intervensi Eropa ke Amerika Latin. Presiden amerika yakni James Monroe, pada akhirnya karena adanya permintaan Inggris mengeluarkan statment resminya di acara konggres tahunan tanggal 2 Desember 1823. Kebijakan tersebut adalah kebijakan untuk berpihak pada Negara negara Amerika latin. Pidato ini terkenal dengan nama ”doktrin Monroe”. Pada doktrin Monroe, ada empat prinsip dasar, yang cukup terkenal. Antara lain :
1.      Amerika serikta tidak akan mencampuri amsalh maslah internal ataupun peperangan di antara Negara eropa.
2.      Amerika serikat mengakui dan tidak mencampuri koloni yang masih ada di bawah keuasaan negara Negara eropa.
3.      negara Eropa harus menghentikan kolonisasi lebih lanjut
4.      Upaya apapun oleh Negara Eropa untuk menekan atau mengendalikan Negara manapun d dunia akan diapndang sebagai tindakan kekerasan melawan Amerika Serikat.
Pernyataan atau Doktrin Monroe ini mendapatkan dukungan dari Inggris dimana inggris telah mempersiapkan kekuatan angkatan lautnya yang cukup ditakuti karena jumlah dan kualitasnya yang cukup banyak dan baik. Dan dengan adanya doktrin Monroe ini hubungan amerika serikat dengan Negara amerika latin makin dekat karena ada persepsi bahwasanya amerika serikat telah membantu untuk melindungi kawasan amerika latin. Namun persepsi negatif dalam melihat sikap amerika Serikat terhadap kawasan Amerika latin pun juga muncul. Pemerintah Negara Negara amerika latin berfikir bahwa amerika serikat menggunakan doktrin monroe sebagai media untuk mendominasi benua amerika. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan investasi dari Amerika maupun sekutunya yakni Inggris yang meningkat setelah keluarnya doktrin Monroe.
Sikap dari amerika serikat yang begitu mencampuri urusan Amerika latin telah membuahkan pergolakan fisik antara amerika dengan Spanyol. Dimana dengan adanya insiden meledaknya kapal amerika maka sikap untuk bermusuhan dengan Spanyol muncul di benak rakyat Amerika dan akhirnya telah berhasil mengusir kekuatan Spanyol dari Kuba. Selain ekses yang diakibatkan oleh adanya perana yang begitru besar dari Amerika maka dalam pembuatan rancangan konsitusi Kuba tahun 1900, pihak amerika serikat memaksakan adanya satu dokumen yang terkenal yakni, Amandemen senator orville hitchcock platt (platt amendement). Dalam amndemen ini pihak amerika memberikan hak untuk dapat mencampuri urusan dalam Negeri dari negara kuba. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi harta dan benda serta warga Amerika serikat yang ada di Kuba. Tentu saja hal ini telah membuat pembatasan hak dari Kuba dalam meminta bantuan asing lainnya. Sekaligus tidak dapat untuk mencegah keinginan dari Amerika untuk membangun pangkalan angakatan lautnya di Kuba.
Interpestasi yang meluas dari doktrin monroe terjadi seiring dengan tampilnya aamerika serikat menjadi salah satu kekuatan dunia. Amerika mengkalim bahwasanya negara ini adalah polisi dunia. Sehingga negara Negara amerika latin ikut menjadi wilayah pengaruhnya serta menjadi penyumbang kekuatan dari Amerika secara finansial. Selain itu dengan adanya penginteprestasian yang meluas atas doktrin mempermudah upaya amerika serikat untuk mendapatkan akses sumber daya dari Negara amerika latin. Namun upaa Ameruika bukanlah tanpa ada tantangan dari negara negara kolonial lainnya atupun dari pemerintah Negara baru di Amerika Latin.
Untuk mendaptakan akses pelayaran yang cepat dan menguntungkan amerika menginginkan adanya pembangunan terusan panama, agar pelayaran dari merika serikat menuju lautan pasifik dapat dilakukan tanpa memutari amerika selatan. Presiden Roosevelt mengajukan ide untuk membangun terusan yang melintasi tanah genting panama, yang berada dibawah kekuasaan kolombia. Namun pemerintah Kolombia enggan memberikan hak pembangunan ini. Namun akal culas dari amerika dengan melakukan politk adu domba dengan mendorong rakyat panama untuk memberontak terhadap pemrintah kolombia telah membeku kan keinginan dari pihak pemerintah kolombia. Pembangunan terusan panama pun berhasil dilakukan pada tahun 1904. Tentu saja pembangunan ini membawa keuntungan pada pihak Amerika, tidak saja keuntungan secara ekonomi namun secra politis amerika diuntungkan. Selruh kawasan Amerika Latin dapat dikontrol oleh Amerika Serikat dengan adanya pembangunan terusan Panama.
Tahun 1930, merupakan tahun yang bersejarah bagi Negara Amerika Latin, karena di tahun inilah yang menjadi tahun titik balik dalam sejarah amerika latin. Ditandai dengan jatuhnya kekuatan oligarki dan adanya akselerasi proses modernisasi secara baik. Kelas menengah muncul dengan massif, perhimpunan dagang menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan, pun juga mulai menggeliat. Para pemimpin negara amerika latin yang mulai menyadari adanya kelemahan secara ekonomi dari negara negara ini adalah terlalu mengandalakn sektor ekspor bahan mentah dan komoditas muali melakukan pembangunan industrialisasi. Dan pembangunan industrialisasi telah membawa pengaruh yakni terciptanya akselerasi transformasi sosial. Hal ini ditunjukkan dengan ide untuk melakukan beberapa hal, yang antara lain : 1. pemisahan kekuasaan gereja dengan negara, 2. Perdagangan bebas, 3. perluasan hak pilih.

2.4       Pengaruh The Great Depresion terhadap Amerika Latin

            Tahun 1930an adalah tahun peristiwa mengenaskan mengenai depresi besar-besaran yang terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk negara super power, Amerika Serikat. Depresi ini terjadi begitu dahsyatnya sehingga menyebabkan melemahnya ekonomi, meningkatnya tingkat pengangguran, dan berbagai hal lainnya.
            Pemberlakuan Smoot-Hawley tariff di Amerika Serikat pada tahun 1930 menandakan era baru perekonomian negara ini. Kebijakan-kebijakan dalam Smoot-Hawley tariff bersifat proteksi perdagangan Amerika Serikat. Kebijakan proteksionis diharapkan berkontribusi positif terhadap penurunan ekstrim harga bahan mentah dunia. Selain itu,
Sementara itu, standart emas yang berlaku di hampir seluruh negara telah menghubungkan negara-negara tersebut melalui fixed currency exchange rates. Jaringan tersebut memainkan peran dalam menularkan krisis ke negara lain[1]. Dalam beberapa bulan kemudian, ketika pasar Amerika Serikat kollaps maka hal tersebut berpengaruh buruk kepada Argentina, Brazil, Canada dan Australia sebagai rekan dagang. Negara-negara tersebut akhirnya secara formal dan informal menghentikan standart emas di negaranya.
            Negara yang paling parah terkena dampak great depression ini selain Amerika Serikat adalah Jerman. Jerman mengalami hyperinflation sejak awal 1920an, otoritas moneter terhenti dalam berekspansi dan sektor perekonomian secara pasti melambat dengan sangat parah. Terpaan krisis yang tidak kunjung usai menyebabkan Jerman terpaksa mengalami suksesi pemerintahan dari koalisi The Center-Left yang kollaps kepada pemerintahan Heinrich Bruning, pemerintahan inilah yang pada akhirnya menjadi lahan subur bagi berkembangnya Komunisme dan Nazi.
            The Great Depression telah merubah perekonomian dunia dalam beberapa cara. Standart emas mengalami kehancuran pada saat itu. Meskipun nantinya setelah Perang Dunia II, fixed currency exchange rates kembali diberlakukan dibawah payung Bretton Woods system.[2] Meskipun dalam sistem Bretton Woods memakai standart emas, namun secara esensial sistem ini sebenarnya secara halus telah ikut campur dalam meletakkan ekonomi pasar pada standart Dollar. Dollar kemudian menjadi tersebar secara luas dalam perdagangan internasional. Negara-negara membiayai “official” exchange rates mereka dengan membeli dan menjual U.S. dollars dan memegang dollar sebagai primary reserve currency.
Adalah tidak berkorelasi antara devalue moneter standart emas dengan perbaikan krisis yang terjadi. Contohnya Britain, yang berusahan meninggalkan standart emas pada bulan September 1931, akhirnya mengalami recovery dalam waktu relatif cepat dibandingkan dengan Amerika Serikat yang melakukan devalue pada currency-nya hingga tahu 1933. hal yang sama terjadi di Amerika Latin yang sudah memulai devalue pada 1929 dan baru mencapai recovery pada tahun 1935. sebaliknya, negara“Gold Bloc”,  Belgia dan Prancis yang saat itu masih bertahan pada standart emas dan lambat pada proses devalue masih memiliki kemampuan berproduksi tahun 1929 sampai 1935.
Sistem moneter Bretton Woods nampaknya berhasil dalam menyediakan kembali dana segar tanpa harus terpaku kepada standart emas. Devaluasi Amerika Serikat kemudian diatasi dengan menurunkan interest rates dan memfokuskan pada ketersediaan kredit. Hal tersebut secara simultan me-recovery perekonomian Amerika Serikat. Disamping beberapa kebijakan era  Franklin D. Roosevelt , ikut berperan memperbaiki kesehatan ekonomi negara ini.[3]  Perkembangan positif perekonomian Amerika Serikat secara nyata dapat dilihat pada pertengahan tahun 1030an. Ketika GDP naik rata-rata 9 persen per tahun hingga tahun 1937. Amerika Serikat secara resmi keluar dari Great Depression pada tahun 1942. sementara British telah keluar dari kungkungan krisis sejak 1931. jerman, Jepang, Canada dan negara Eropa lainnya secara tuntas mengakhiri Great Depression pada tahun sesudahnya.
Dapat dijelaskan kembali bahwa, Jauh sebelum negara Asia Afrika merdeka setelah Perang Dunia II, negara Amerika Latin rata-rata telah lebih dulu merdeka sejak abad-19. Setelah peristiwa Great Depression 1930 dimana negara-negara kapitalis mulai berubah dari inward ke outward looking, negara-negara Amerika Latin malah lebih memilih untuk inward looking. Mereka menerapkan strategi perkembangan baru. Formula yang diadaptasi adalah nasionalisme ekonomi (Frieden,2006:302). Dengan formula ini maka mereka menutup perdagangan luar negeri untuk memenuhi pertumbuhan yang cepat di dalam negeri. Kemudian menyikapi keadaan yang ada pada tahun 1950an ketika pasar dunia jatuh, negara-negara Amerika Latin menganut kebijakan yang disebut import-substituting industrialization (ISI). Kebijakan ini ditujukan untuk menggantikan produksi industri dalam negeri untuk barang-barang yang sebelumnya telah diimpor (Frieden,2006:304). Dengan begitu diharapkan produksi yang ada semakin menguntungkan.
Untuk melakukan kebijakan ISI, menurut Frieden (2006) terdapat tiga komponen yang menyertai. Pertama negara melakukan hambatan yang tinggi terhadap perdagangan. Dampaknya kemudian adalah mahalnya barang-barang impor. Dalam beberapa kasus, impor malah dilarang (Frieden,2006:304). Kedua adalah pemerintah memberikan subsidi dan insentif bagi industri dalam negeri. Cara yang dilakukan dapat berupa memberi keringanan pajak, kredit murah, dan manipulasi mata uang. Ketiga pemerintah mengambil alih sebagian besar industri seperti industri rel kereta api, pelayaran, telepon, listrik, dll. Kebijakan ini kemudian telah mendorong pembangunan industri. Contohnya Meksiko yang meningkat empat kali lipat produksi industrinya pada 1945-1973, Brazil juga meningkat delapan kali lipat (Frieden,2006:305). Namun, sesungguhnya kebijakan ini (ISI) sangat tidak efisien karena harganya yang jauh diatas harga rata-rata dunia. Hal ini membuat barang menjadi kurang kompetitif di pasar.








DAFTAR PUSTAKA
Frieden, Jeffrey A., 2006. “Decolonization and Development” dalam Global Capitalism :It’s Fall and Rise in The Twentieth Century. New York:W.W. Norton&Co.Inc, pp.301-320.
Sundoro,hadi 2012.sejarah amerika serikat .jember:jember university press,

Mukmin, Hidayat. 1980. Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa Ini. Jakarta: Ghalia Indonesia





           







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar