Kamis, 29 Mei 2014

Peran Amerika Serikat dalam Membidangi Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Dalam sejarah Republik ini, nasionalisasi perusahaan asing pernah menjadi kebijakan resmi pemerintah, yang didukung oleh kekuatan politik progresif. Itu terjadi pada masa pemerintahan Bung Karno di akhir tahun 1957. Kebijakan  nasionalisasi ini muncul sebagai akibat dari ‘buntunya’ perjuangan mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda ke pangkuan Republik Indonesia  (RI) melalui jalur diplomasi, pasca perjanjian konferensi meja bundar  (KMB) 1949. Pemerintahan Bung Karno  memutuskan untuk  menghadapi   Belanda dengan cara frontal, yakni  membatalkan perjanjian KMB secara sepihak.
Organ-organ yang terkait dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) dan lainya, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan KBM (Kesatuan Buruh Marhaenis), menjadi pelopor dalam aksi-aksi massa menuntut  pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda dan asing lainnya, sebagai bentuk resistensi terhadap eksistensi kolonial Belanda yang belum terlikuidasi sepenuhnya di Republik ini.
Akhirnya, pemerintah Bung  Karno pun  merespon keinginan massa rakyat tersebut. Hasil rapat Kabinet Djuanda  pada 28 November 1957  menghasilkan beberapa keputusan penting terkait hal tersebut, antara lain: pemerintah memutuskan untuk mendukung demonstrasi dan pengambillalihan beberapa perusahaan Belanda. Disinilah terlihat sinergi antara pemerintahan Indonesia merdeka dibawah pimpinan Bung  Karno dan Djuanda dengan gerakan-gerakan rakyat progresif yang disokong PNI dan PKI guna mengakhiri kekuasaan ekonomi   Belanda.
Hal-hal semacam inilah yang membuat Pemerintah Amerika Serikat menjadi gerah dan gemes terhadap presiden pertama Indonesia, mereka tidak suka dan dengan planning tertentu berusaha untuk memindahkan kedudukan Sukarno dengan orang lain yang tentunya memihak dan mau menjadi penjilat telapak kaki Negara Paman Sam.

1.2    Rumusan Masalah

1.      Apa latar belakang Amerika dalam membidani Indonesia ?
2.      Bagaimanakah Intervensi Amerika dalam pembebasan Irian Barat ?
3.      Bagaimana Peran CIA pada pemberontakan PRRI/Permesta ?
4.      Bagaimana dengan Terbukanya Upeti Besar Asia?


1.3  Tujuan

1.      Dapat mengetahui latar belakang Amerika dalam membidani Indonesia.
2.      Mengetahui Intervensi Amerika dalam pembebasan Irian Barat.
3.      Mengetahui dan memahami Peran CIA pada pemberontakan PRRI/Permesta.
4.      Mengetagui bagaimana Terbukanya Upeti Besar Asia.









BAB 2. PEMBAHASAN


2.1 Latar Belakang Amerika Serikat dalam membidani Indonesia.

            Kemenangan kaum komunis dalam Revolusi Merah Oktober 1917 begitu mencemaskan AS. Sejak itu, AS merancang satu strategi untuk menghancurkan Rusia. “Tanggal 8 Januari 1918, Presiden AS Woodrow Wilson mengumumkan Program 14 Pasal. Dalam suatu komentar rahasia mengenai program ini, Wilson mengakui jika usaha menghancurkan dan mencerai-beraikan Uni Soviet sudah direncanakan. ” Dan dikemudian hari, kita sama-sama mengetahui bahwa Soviet benar-benar dihancurkan di tahun 1992. Truman Doctrine untuk mengepung penyebaran komunisme dikeluarkan pada 1947. Disusul dengan Marshall Plan tahun berikutnya guna membangun kembali Eropa dari puing-puing akibat PD II.
            Indonesia sebagai objek utama Marshall Plan desain Amerika, planing yang muncul sebagai sebuah ketakutan akut Amerika jika Indonesia berubah menjadi Negara Komunis, Negara yang seirama dengan UniSoviet musuh besar Amerika kala itu. Jelas perubahan Indonesia menjadi Negara komunis akan menjadi sandungan besar bagi perjalanan hidup neokolonialisme yang  Amerika pilih. Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana dasar Marshall Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den Haag mampu untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan embargo ekonomi terhadap pemerintah RI yang berpusat di Jogja kala itu.

Bukan itu saja, Washington juga secara rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal itu bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.

Perhatian AS terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa. Untuk itu AS pun membangun basecamp nya
dibeberapa titik :
1)      Pada 8 September 1951, AS mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang,
2)       Pangkalan Clark dan Subic di Philipina berdiri pada 30 Agustus 1951,
3)      ANZUS (Australia, New Zealand, and AS) berdiri pada 1 September 1951,
4)       Korea Selatan pada 1 Oktober 1953,
5)       Taiwan pada 2 Desember 1954

Namun hebatnya, semua perkembangan global di atas telah dipelajari dengan seksama oleh Presiden RI 1 yang sejak muda sudah menunjukkan kekritisannya. Soekarno tahu jika negerinya ini menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh paham jika suatu hari Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri yang besar dan makmur. Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala bentuk Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.

Dalam pandangan Soekarno, Soviet lebih bisa dipercaya ketimbang AS karena Soviet belum pernah menjadi negara kolonial di luar negeri, sebaliknya Inggris dan Perancis adalah bekas negara-negara kolonial yang bersekutu dengan AS. Atas sikap keras kepala Soekarno yang tidak mau tunduk pada keinginan AS guna membentuk Pan- Pacific untuk melawan kekuatan komunisme, dan di sisi lain juga berarti menentang tunduk pada sistem kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme dan imperialisme di mana AS menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi Amerika untuk menundukkan Soekarno kecuali untuk menyingkirkannya.

2.2  Intervensi Amerika Serikat dalam Pembebasan Irian Barat
            WASHINGTON, 22 Agustus – Allen Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat yang menjalani hukuman seumur hidup dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada tanggal 2 Juli dan selama beberapa minggu sudah berada di Amerika Serikat….Menurut Reap, pilot itu dibebaskan sebagai bagian dari amnesti umum dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi untuk memperoleh pembebasannya….”
Hal ini memberikan adanya perubahan pandangan pembebasan warga negara Amerika Serikat yang sebelumnya mendapatkan sanksi hukuman seumur hidup menjadi bebas tanpa syarat dan dikembalikan ke negaranya. Keterlibatan Amerika Serikat dalam berbagai perjuangan politik Indonesia pun terkuat melalui penangkapan Allen Pope sebagai agen CIA yang menyamar tersebut. Dalam Operasi Trikora yang disebut juga sebagai upaya yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Irian Barat. Hal ini terjadi terkait dengan nasionalisme yang ditekankan pada masa pemerintahan Soekarno sehingga pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Pembentukan berbagai komando dan penyelenggaraan operasi-operasi militer juga diberlakukan Soekarno dalam penanggulangan permasalahan di Irian Barat tersebut.
Kepentingan awal yang mengakar pada masa Perang Dingin tersebut adalah adanya penyebaran demokrasi, Dari kasus-kasus yang sudah terjadi, kesuksesan penyebaran demokrasi memiliki tiga kerakteristik yang bisa dijadikan sebagai pembanding, yaitu:
1)      Adanya inisiatif yang datang dari masyarakat yang bersangkutan.
2)      Bentuk dukungan eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap pemilihan serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk berorganisasi.
3)      Daya penerimaan kekuatan pro-demokrasi dari negara luar, sangat bergantung kepada sejarah spesifik masyarakat dan jenis dari nasionalisme penduduk setempat yang ada.
Peran Amerika Serikat dalam penyebaran demokrasi yang terjadi melalui dan melewati konflik yang terjadi di Irian Barat tersebut berkelanjutan dengan adanya desakan-desakan Amerika Serikat terhadap Belanda untuk terus melakukan perundingan-perundingan dengan pihak Indonesia. Sehingga untuk menghindari konfrontasi yang lebih lanjut, diadakanlah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan nama Perjanjian New York. Dalam hal inilah peran aktif dan langsung yang dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap permasalahan Irian Barat terlihat jelas.        Keterlibatan maupun intervensi Amerika Serikat dalam permasalahan Irian Barat tersebut tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden yang memimpin pada masa perjuangan Irian Barat tersebut. Kemudian keterlibatan-keterlibatan Amerika Serikat terlihat jelas melalui adanya peran-peran CIA dan organisasi lainnya dalam proses intervensi politik Indonesia oleh Amerika Serikat sendiri termasuk permasalahan Irian Barat, serta berujung kepada permohonan pembebasan Allan Pope untuk kembali ke Amerika Serikat. Ketakutan Amerika Serikat terlihat di dalam cara penanganan-penanganan permasalahan Irian Barat yang memerlukan rekayasa-rekayasa sosial dalam hal militer dan juga ekonomi, walaupun mendapat perlawanan dari Soekarno itu sendiri. Permasalahan Irian Barat pun dianggap sebagai suatu kesempatan untuk memecah Indonesia untuk kembali di bawah jajahan Belanda sebagai bagian dari Blok Barat di masa Perang Dingin tersebut, di mana kebijakan presiden Amerika Serikat juga berperan di dalamnya pada masa itu.

2.3 Peranan CIA dalam  pemberontakan PRRI/Permesta
Pada 1957, untuk memperkuat perekonomian nasional, Bung Karno bertindak cepat mengambil langkah berani dan cerdas dengan menasionalisasi aset-aset milik Belanda. (Satu langkah yang bahkan mungkin tidak ada dalam gambaran SBY saat ini). Soekarno tahu jika rakyat tentu mendukung penuh langkah ini. Namun Soemitro dan rekan-rekannya yang PRO BARAT dengan berani menentang Bung Karno dan malah bergabung dengan para pemberontak PRRI/PERMESTA yang didukung penuh CIA.          
Dalam operasi mendukung PRRI/PERMESTA, AS menurunkan kekuatan yang tidak main-main. CIA menjadikan Singapura, Filipina (Pangkalan AS Subic & Clark), Taiwan, dan Korea Selatan sebagai pos suplai dan pelatihan bagi pemberontak. Dari Singapura, pejabat Konsulat AS yang berkedudukan di Medan, dengan intensif berkoordinasi dengan Kol. Simbolon, Sumitro, dan Letkol Ventje Soemoeal.
Malam hari, 7 Desember 1957, Panglima Operasi AL-AS Laksamana Arleigh Burke memerintahkan Panglima Armada ke-7 (Pacific) Laksamana Felix Stump menggerakkan kekuatan AL-AS yang berbasis di Teluk Subic untuk merapat ke Indonesia dengan kecepatan penuh tanpa boleh berhenti di mana pun. Satu divisi pasukan elit AS, US-Marine, di bawah pengawalan sejumlah kapal penjelajah dan kapal perusak disertakan dalam misi tersebut. Dalih AS, pasukan itu untuk mengamankan instalasi perusahaan minyak AS, Caltex, di Pekanbaru, Riau.
Selain memberikan ribuan pucuk senjata api dan mesin, lengkap dengan amunisi dan aneka granat kepada para pemberontak, CIA juga mendrop sejumlah alat perang berat seperti meriam artileri, truk-truk pengangkut pasukan, aneka jeep, pesawat tempur dan pembom, dan sebagainya. Bahkan sejumlah pesawat tempur AU-Filipina dan AU-Taiwan seperti pesawat F-51D Mustang, pengebom B-26 Invader, AT-11 Kansan, pesawat transport Beechcraft, pesawat amfibi PBY 5 Catalina dipinjamkan CIA kepada pemberontak.
Sebab itulah, pemberontak bisa memiliki angkatan udaranya sendiri yang dinamakan AUREV (AU Revolusioner). Beberapa pilot pesawat tempur tersebut bahkan dikendalikan sendiri oleh personil militer AS, Korea Selatan, Taiwan, dan juga Filipina.

2.4 Terbukanya Upeti Besar Asia
Walau awalnya AS membantah keterlibatannya, namun mantan Dubes AS Howard P. Jones mengakui jika dirinya tahu jika CIA ada di belakang pemberontakan itu. Hal ini ditegaskan Jones dalam memoarnya “Indonesia: The Possible Dream” (1990; h.145). Upaya CIA menumbangkan Bung Karno selalu menemui kegagalan. Dari membuat film porno “Bung Karno”, sampai dengan upaya pembunuhan dengan berbagai cara.

Hal ini menjadikan CIA harus bekerja ekstra keras. Apalagi Bung Karno secara cerdik akhirnya membeli senjata dan peralatan militer ke negara-negara Blok Timur dalam jumlah besar, setelah AS menolak memberikan peralatan militernya. AS tentu tidak ingin Indonesia lebih jauh bersahabat dengan Blok Timur. Sebab itu, setelah gagal mendukung PRRI/PERMESTA, sikap AS jadi lebih lunak terhadap Indonesia. Namun walau di permukaan AS tampak kian melunak, sesungguhnya AS tengah melancarkan ‘operasi dua muka’ terhadap Indonesia. Di permukaan AS ingin terlihat memperbaharui hubungannya dengan Bung Karno, namun diam-diam CIA masih bergerak untuk menumbangkan Bung Karno dan menyiapkan satu pemerintah baru untuk Indonesia yang mau tunduk pada kepentingan Amerika.

Di sisi lain, CIA juga menggarap satu proyek membangun kelompok elit birokrat baru yang PRO BARAT yang kini dikenal sebagai ‘Berkeley Mafia’. Sumitro dan Soedjatmoko merupakan tokoh penting dalam kelompok ini. (untuk hal ini lebih lanjut silakan baca artikel David Ransom: “Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya Baru dari Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia”; Ramparts; 1971).

Terbukanya Upeti Besar dari Asia Tumbangnya Soekarno dan naiknya Jenderal Suharto disambut gembira pihak Washington. Presiden AS Richard M. Nixon sendiri menyebut hal itu sebagai “Terbukanya upeti besar dari Asia”. Indonesia memang laksana peti harta karun yang berisi segala kekayaan alam yang luar biasa. Jika oleh Soekarno kunci peti harta karun ini dijaga baik-baik bahkan dilindungi dengan segenap kekuatan yang ada, maka oleh Jenderal Suharto, kunci peti harta karun ini justru digadaikan dengan harga murah kepada Amerika Serikat. Apalagi di zaman pemerintahan SBY saat ini.
Prosesi digadaikannya seluruh kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi di Swiss, November 1967. Jenderal Suharto mengirim sat tim ekonomi dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tim yang kelak disebut sebagai Mafia Berkeley, menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin Rockefeller. Dalam pertemuan inilah tanah Indonesia yang kaya raya dengan bahan tambang dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan kepada
korporasi-korporasi asing.

Freeport mendapat gunung emas di Irian Barat, demikian pula yang lainnya. Bahkan landasan legal formal untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia pun dirancang di Swiss ini yang kemudian dikenal sebagai UU Penanaman Modal Asing tahun 1967 (John Pilger; The NewRulers of the World). Dan jangan lupa, semua CEO korporasi asing tersebut dikuasai oleh jaringan Yahudi Internasional. Sejak kegagalan mendukung PRRI/PERMESTA, National Security Council (NSC) lewat CIA terus memantau perkembangan situasi Indonesia secara intens. Sejumlah lembaga-lembaga sipil dan militer AS juga sangat aktif menggodok orang-orang Indonesia yang dipersiapkan duduk di kursi kekuasaan paska Soekarno. Orang yang dijadikan penghubung antara CIA dan Suharto dalam hal ini adalah Adam Malik (lihat tulisan Kathy Kadane, seorang lawyer dan jurnalis State News Service, berjudul “Para Mantan Agen Berkata: CIA Menyusun Daftar Kematian di Indonesia”; Herald Journal, 19 Mei 1990.)
Untuk membangun satu kelompok militer—terutama Angkatan Darat—di Indonesia yang ‘baru’ (baca: pro Amerika), AS menyelenggarakan pendidikan militer untuk para perwira Indonesia ini di Fort Leavenworth, Fort Bragg, dan sebagainya. Pada masa antara 1958-1965 jumlah perwira Indonesia yang mendapat pendidikan ini meningkat menjadi 4.000 orang. (Suroso; 2008; h. 373)
AS telah memanfaatkan para pejabat Indonesia PRO BARAT ini untuk memuluskan kepentingannya. Bahkan Tim Werner dalam “Legacy of Ashes: A History of CIA” (2007) menulis jika Adam Malik telah direkrut menjadi agen CIA lewat pengakuan seorang mantan agen CIA bernama McAvoy. Walau yang terakhir ini sempat jadi polemik, namun kedekatan Adam Malik—dan kawan-kawan-dengan para pejabat AS saat itu adalah suatu fakta sejarah.

Demikianlah. Sudah banyak literatur dan dokumen yang membongkar keterlibatan CIA di dalam peristiwa Oktober 1965, yang pada akhirnya menjatuhkan Soekarno dan menaikkan Jenderal Suharto. Atas nama pembersihan kaum komunis di negeri ini, CIA turut menyumbang daftar nama kematian (The Dead List) yang berisi 5.000 nama tokoh dan kader PKI di Indonesia kepada Jenderal Suharto.

CIA memang memberi daftar target operasi sejumlah 5.000 orang, namun fakta di lapangan jauh di atas angka itu. Kol. Sarwo Edhie, Komandan RPKAD saat itu yang memimpin operasi pembersihan ini, terutama di Jawa Tengah dan Timur, menyebut angka tiga juta orang yang berhasil dihabisi. Bukan tokoh PKI saja yang dibunuh, namun juga orang-orang kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korban politik kotor konspiratif antara CIA dengan para ‘local army friend’. Dan tahukah anda strategi CIA dalam menggulingkan Soekarno kembali dipakai untuk membantu junta militer Chili mengudeta Presiden Salvador Allende yang Sosialis, dan menaikkan Wakil Panglima Bersenjata Chili Augusto Pinochet Agurte dengan nama sandi : OPERASI JAKARTA (operasi bentukan Presiden AS Richard Nixon).

BAB 3. PENUTUP



3.l Simpulan

Indonesia sebagai objek utama Marshall Plan desain Amerika, planing yang muncul sebagai sebuah ketakutan akut Amerika jika Indonesia berubah menjadi Negara Komunis, Negara yang seirama dengan UniSoviet musuh besar Amerika kala itu. Jelas perubahan Indonesia menjadi Negara komunis akan menjadi sandungan besar bagi perjalanan hidup neokolonialisme yang  Amerika pilih. Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”) merupakan satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana dasar Marshall Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den Haag mampu untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan embargo ekonomi terhadap pemerintah RI yang berpusat di Jogja kala itu.
Bukan itu saja, Washington juga secara rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal itu bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu Belanda dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember 1948.
             Perhatian AS terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa. 

3.2 Saran
             Dalam mempelajari makalah ini diharapkan pembaca mempelajari lagi buku atau sumber referensi yang lebih lengkap lagi dan yang selinier untuk memperkuat pengetahuan atas informasi yang disajikan yang banyak sekali kekurangan.



DAFTAR PUSTAKA



Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosutanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Edisi ke-4, cetakan ke-8, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1993; 334)

Sutamto Dirdjosuparto, Sukarno Membangun Bangsa dalam Kemelut Perang Dingin Sampai Trikora (Badan Kerja Sama Yayasan Pembina dan Universitas 17 Agustus 1945 se-Indonesia, 1998;285)

Sundoro,hadi 2012.sejarah amerika serikat .jember:jember university press,

http://votreesprit.wordpress.com/2012/01/01/terbongkarnya-jejak-cia-dibalik-sejarah-dan-pemberontakan-di-indonesia/









Tidak ada komentar:

Posting Komentar