Selasa, 23 Desember 2014

PENGEMBANGAN KREATIVITAS BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH



PENGEMBANGAN KREATIVITAS BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd.



Oleh  :
Dimas Sulthon Syahir (120210302012
Kelas B


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur tidak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Karena tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa pentingnya kita semua mengetahui tentang “Pengembangan Kreativitas Belajar Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah.” Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Penerapan Teori Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Sejarah. ” Sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas serta memberikan manfaat kepada pembaca.











BAB 1. PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah kemungkinan juga disebabkan oleh faktor guru yang belum mampu mengembangkan kreativitas dan kurang optimal dalam melibatkan siswa pada kegiatan belajar mengajar serta belum melakukan berbagai inovasi dalam pembelajaran.
Pada kegiatan pembelajaran siswa menyimak materi dan terlihat seakan-akan telah memahami materi, tetapi ketika diadakan evaluasi dengan memberikan soal ulangan harian, rata-rata ketuntasan siswa tidak mencapai hasil yang diharapkan. Bertolak dari kenyataan di atas, maka penulis sebagai guru IPS Sejarah mencoba melakukan inovasi pembelajaran dengan tujuan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa dapat dioptimalkan. Perhatian tertuju pada berbagai kegiatan yang disenangi siswa dengan tujuan melakukan sinkronisasi kesenangan siswa dengan kegiatan pembelajaran. Salah satu kegiatan yang banyak disukai oleh siswa adalah menonton siaran televisi. Mereka sering menghabiskan berjam-jam waktu menonton acara kesayangan mereka di televisi.
1.2              Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimanakah konsep dasar dari kreativitas belajar Peserta Didik ?
1.2.2        Apa sajakah jenis-jenis dari kreativitas belajar Peserta Didik ?
1.2.3        Bagaimanakah upaya mengembangkan kreativitas belajar peserta didik melalui pembelajaran sejarah ?
1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui konsep dasar dari kreativitas belajar Peserta Didik.
1.3.2        Untuk mengetahui jenis-jenis dari kreativitas belajar Peserta Didik.
1.3.3        Untuk mengetahui upaya mengembangkan kreativitas belajar peserta didik melalui pembelajaran sejarah.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1              Konsep Dasar Kreativitas Belajar
Salah satu potensi penting yang diharapkan berkembang dalam diri siswa melalui aktivitas pembelajaran di sekolah adalah kreativitas. Hal ini didasarkan pada berbagai hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa salah satu kunci keberhasilan seorang dalam persaingan dunia kerja  adalah terletak pada daya kreatifitas yang dimilikinya. Antara Kesuksesan dan kreativitas adalah dua hal yang saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, pengembangan daya kreativitas dinilai penting dalam menyiapkan peserta didik untuk berkompetisi dalam dunia kerja di masa yang akan datang. Walaupun ada pengakuan ilmiah terhadap pentingnya kreativitas, namun hingga kini hanya sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan. Hal itu disebabkan adanya kesulitan metodologi dan karena adanya keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu faktor bawaan individual sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya. Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli, diantaranya:
1)                  Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian atau motivasi.
2)                  Baron (1969) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
3)                  Supriyadi , Yeni Rachmawati , dan Euis Kurniati (2005:15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas, diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
4)                  Rhodes, umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
Dilihat dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstruksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan yang bermanfaat. Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi untuk memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu diperbarui. Disini diperlukan strategi agar siswa mampu menghasilkan gagasan yang baru, cara baru, disain baru, model baru atau sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di antaranya karena tumbuh dari  informasi yang baru, penemuan baru, teknologi baru, strategi belajar yang baru yang lebih variatif, sistem kolaborasi dan kompetisi yang baru, eksplorasi  ke wilayah sumber informasi baru, menjelajah forum komunikasi baru, mengembangkan strategi penilaian yang baru yang lebih variatif. Yang lebih penting dari itu adalah melaksanakan perencanaan belajar dalam implementasi belajar kegiatan sebagai proses kreatif dan menetapkan target mutu produk belajar sebagai produk kreatif yang inovatif.
2.2              Jenis-Jenis Kreativitas Belajar
Mengingat kompleksitas dari konsep kreativitas tampaknya hal ini tidak mungkin karena kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek yang saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rhodes (Munandar, 1999) mengelompokkan berbagai definisi tersebut ke dalam empat kategori, yaitu person (pribadi), press (pendorong), process (proses), dan product (produk).
1)                  Kategori press atau dorongan
baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan social dan psikologis. Mengenai press dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.
2)                  Kategori proses
 Torrance (Sternberg dalam Munandar, 1999) mengungkapkan bahwa proses kreatif pada dasarnya serupa dengan langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu kesadaran adanya kesulitan atau masalah, membuat dugaan dan hipotesa, menguji dugaan atau hipotesis, mengevaluasi dan menguji ulang hipotesis, serta menyimpulkan hasil temuan.
3)                  Kategori produk
Kreatif menekankan defnisinya pada orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan. Produk yang dihasilkan merupakan kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya, sebagai contoh misalnya kursi roda merupakan perpaduan antara kursi dan roda. Produk kreatif memiliki karakteristik yaitu produk tersebut harus nyata, baru, dan merupakan hasil unik individu dalam interaksinya dengan lingkungannya (Rogers dalam Munandar, 1999).
Keempat kategori P ini saling berkaitan. Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dengan dukungan atau dorongan dari lingkungan menghasilkan suatu produk keratif. Dengan demikian, penting mengembangkan bakat kreatif seorang anak sejak dini yang dimulai dengan dorongan dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga.

2.3              Pengembangan Kreativitas Belajar Peserta Didik Melalui Pembelajaran Sejarah
Dalam proses pembelajaran sejarah yang ada kurang mengikuti peserta didik  serta banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan rangsangan (stimulus response) bagi daya nalar dan berpikir kritis Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajar sejarah untuk mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka  dijejali dengan nama-nama tokoh, tempat  dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik, membosankan, bahkan yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Jika kondisi semacam ini terus menerus dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran yang masih membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi siswa dan lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus. Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Guru harus memilih metode yang paling tepat digunakan. Apakah tujuan yang akan dicapai pada ranah kognitif, afektif, atau psychomotor perlu dipertimbangkan guru dalam menentukan metode.
Pembelajaran sejarah yang bertujuan untuk mengembangkan ranah afektif, metode yang digunakan tidak sama dengan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah kognitif. Perbedaan penggunaan metode untuk mencapai ketiga tujuan itu harus tampak pada hasil yang didapat setelah proses pembelajaran selesai. Untuk mencapai ranah afektif diperlukan metode yang membentuk sikap siswa yang menitikberatkan pada perasaan senang ataupun tidak senang terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan pencapaian ranah kognitif lebih kepada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang sejarah. Sedangkan untuk ranah psychomotorik dititikberatkan pada minat dan bakat siswa. Penentuan metode apa yang akan digunakan bergantung kepada beberapa faktor, yaitu tujuan yang akan dicapai, siswa yang berbagai ragam, besar dan situasi kelas, fasilitas yang tersedia, topik yang akan dibicarakan, dan kemampuan profesional guru. Berikut beberapa macam metode berdasarkan perspektif para Ahli, yakni :
1)                  Metode sinektik
Metode sinektik dapat menjadi salah satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Gordon menyebut metode sinektik sebagai metode untuk meningkatkan kreativitas dengan meningkatkan penggunaan analogi dalam berpikir kreatif.
Metode sinektik membantu kreativitas kelompok untuk memecahkan masalah secara bersama-sama mengarahkan alur pikir anggotanya. Dengan demikian partisipasi individu untuk bergabung harus dilandasi oleh perasaan senang dan keinginan yang tinggi dari anggota. Prosedur sinektik dapat dimanfaatkan dalam semua bidang studi. Dua strategi pembelajaran yang mendasari prosedur sinektik menurut Peso adalah (1) menciptakan sesuatu yang baru dan (2) memperkenalkan keanehan.
1.      Menciptakan sesuatu yang baru
Strategi pertama dirancang untuk membantu siswa dalam memahami masalah, ide, dan konsep agar kreativitas siswa dapat berkembang. Strategi ini menggunakan analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak dengan tujuan untuk mengembangkan suatu pemahaman baru tentang konsep atau masalah. Dalam pelajaran sejarah misalnya konsep tentang kebudayaan. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan, apakah ada hubungan antara kebudayaan dengan kesenian, mengapa kebudayaan penting untuk dibicarakan.
2.      Memperkenalkan keanehan.
Berlainan dengan strategi pertama, strategi kedua dirancang untuk memberikan pemahaman dalam menambah dan memperdalam sesuatu yang baru atau materi yang sulit dipahami, melalui analisis dan konvergensi. Untuk itu siswa diberikan pilihan dengan membedakan karakteristik antara subyek yang dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), dialog berarti percakapan antara dua tokoh atau lebih. Sedangkan interaktif artinya bersifat saling aktif. Dialog Interaktif merupakan kegiatan mengundang seorang atau beberapa tokoh dengan tujuan membahas masalah aktual atau permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Secara sederhana model dialog interaktif dalam pembelajaran di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa secara kelompok, dimana salah seorang berperan sebagai presenter (pembawa acara) salah satu stasiun TV, dan anggota lainnya berperan sebagai saksi sejarah, tokoh atau pakar dalam materi sejarah yang sedang dipelajari. Mereka lalu terlibat dialog yang melibatkan kelompok lain yang berperan sebagai pemirsa di studio atau di rumah. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan perumusan kesimpulan, refleksi dan pemberian tugas (PR).
Keunggulan model dialog interaktif ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi yang dekat dengan keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak siswa belajar sambil bermain. Menurut Meier (2004:206), jika dilaksanakan secara bijaksana akan memberikan manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang menghambat; (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar; (3) mengajak siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
2)                  Pembelajaran Model Dialog Interaktif
Strategi-strategi belajar telah banyak dibicarakan oleh para ahli yang pada umumnya menekankan pada tiga ide utama: (1) intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit serta mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui, (2) ide kedua berkaitan dengan interaksi dengan orang lain, dapat memperkaya perkembangan intelektual, dan (3) peran guru sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), dialog berarti percakapan antara dua tokoh atau lebih. Sedangkan interaktif artinya bersifat saling aktif. Dialog Interaktif merupakan kegiatan mengundang seorang atau beberapa tokoh dengan tujuan membahas masalah aktual atau permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Pada stasiun televisi swasta dan nasional, acara ini merupakan salah satu acara favorit yang banyak menarik pemirsa, karena merupakan wahana untuk mendapatkan informasi yang aktual, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara sederhana model dialog interaktif dalam pembelajaran di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa secara kelompok, dimana salah seorang berperan sebagai presenter (pembawa acara) salah satu stasiun TV, dan anggota lainnya berperan sebagai saksi sejarah, tokoh atau pakar dalam materi sejarah yang sedang dipelajari. Mereka lalu terlibat dialog yang melibatkan kelompok lain yang berperan sebagai pemirsa di studio atau di rumah. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan perumusan kesimpulan, refleksi dan pemberian tugas (PR).
Keunggulan model dialog interaktif ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi yang dekat dengan keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak siswa belajar sambil bermain. Menurut Meier (2004 : 206), jika dilaksanakan secara bijaksana akan memberikan manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang menghambat; (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar; (3) mengajak siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas proses belajar mengajar



BAB 3. PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Mata Pelajaran IPS Sejarah merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu memahami fakta, peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan cara berfikir kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah khususnya perlu adanya upaya untuk mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran Sejarah.
Pembelajaran dengan model dialog interaktif dan sinektik seperti apa yang sudah ada pada penjelasan di atas mungkin akan dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa karena model pembelajaran ini melibatkan aspek intelektual dan sosio emosional siswa. Selain itu dapat pula meningkatkan kecakapan sosial siswa, yakni kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.
Belajar kreatif telah menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang baru.




DAFRTAR PUSTAKA

Mulyadi, 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah. PPG Keguruan Jakarta.
Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar