PENGEMBANGAN KREATIVITAS
BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang
Studi
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd.
Oleh :
Dimas Sulthon Syahir (120210302012
Kelas B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puja dan puji syukur tidak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Karena
tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa pentingnya kita semua
mengetahui tentang “Pengembangan
Kreativitas Belajar Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah.” Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Penerapan Teori Belajar
Kognitif Dalam Pembelajaran Sejarah. ” Sengaja dipilih karena menarik
perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak
yang peduli terhadap dunia pendidikan. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas serta memberikan manfaat kepada pembaca.
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kurangnya minat
dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah kemungkinan
juga disebabkan oleh faktor guru yang belum mampu mengembangkan kreativitas dan
kurang optimal dalam melibatkan siswa pada kegiatan belajar mengajar serta
belum melakukan berbagai inovasi dalam pembelajaran.
Pada kegiatan
pembelajaran siswa menyimak materi dan terlihat seakan-akan telah memahami
materi, tetapi ketika diadakan evaluasi dengan memberikan soal ulangan harian,
rata-rata ketuntasan siswa tidak mencapai hasil yang diharapkan. Bertolak dari
kenyataan di atas, maka penulis sebagai guru IPS Sejarah mencoba melakukan
inovasi pembelajaran dengan tujuan meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar sehingga hasil belajar siswa dapat dioptimalkan. Perhatian tertuju
pada berbagai kegiatan yang disenangi siswa dengan tujuan melakukan
sinkronisasi kesenangan siswa dengan kegiatan pembelajaran. Salah satu kegiatan
yang banyak disukai oleh siswa adalah menonton siaran televisi. Mereka sering
menghabiskan berjam-jam waktu menonton acara kesayangan mereka di televisi.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah
konsep dasar dari kreativitas belajar Peserta Didik ?
1.2.2
Apa sajakah
jenis-jenis dari kreativitas belajar Peserta Didik ?
1.2.3
Bagaimanakah upaya
mengembangkan kreativitas belajar peserta didik melalui pembelajaran sejarah ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui
konsep dasar dari kreativitas belajar Peserta Didik.
1.3.2
Untuk mengetahui
jenis-jenis dari kreativitas belajar Peserta Didik.
1.3.3
Untuk mengetahui
upaya mengembangkan kreativitas belajar peserta didik melalui pembelajaran
sejarah.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Konsep Dasar Kreativitas Belajar
Salah satu
potensi penting yang diharapkan berkembang dalam diri siswa melalui aktivitas
pembelajaran di sekolah adalah kreativitas. Hal ini didasarkan pada
berbagai hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa salah satu kunci
keberhasilan seorang dalam persaingan dunia kerja adalah terletak pada
daya kreatifitas yang dimilikinya. Antara Kesuksesan dan kreativitas adalah dua
hal yang saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, pengembangan daya
kreativitas dinilai penting dalam menyiapkan peserta didik untuk berkompetisi
dalam dunia kerja di masa yang akan datang. Walaupun ada pengakuan
ilmiah terhadap pentingnya kreativitas, namun hingga kini hanya sedikit sekali penelitian
yang telah dilakukan. Hal itu disebabkan adanya kesulitan
metodologi dan karena adanya keyakinan bahwa kreativitas adalah suatu faktor
bawaan individual sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk
mengendalikannya. Beberapa pengertian kreativitas menurut para ahli,
diantaranya:
1)
Sternberg (1988), kreativitas merupakan titik
pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya
kognitif, dan kepribadian atau motivasi.
2)
Baron (1969) yang menyatakan kreativitas
adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
3)
Supriyadi , Yeni
Rachmawati , dan Euis Kurniati
(2005:15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif
berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya
eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas,
diverensiasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
4)
Rhodes,
umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person,
Process, Press, Product. Keempat P
ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam
proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari
lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.
Dilihat dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, proses konstruksi
ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah, serta suatu kegiatan
yang bermanfaat. Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti
mengembangkan kompetensi untuk memenuhi standar proses atau produk belajar yang
selalu diperbarui. Disini diperlukan strategi agar siswa mampu
menghasilkan gagasan yang baru, cara baru, disain baru, model baru atau sesuatu
yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di
antaranya karena tumbuh dari informasi yang baru, penemuan baru,
teknologi baru, strategi belajar yang baru yang lebih variatif, sistem
kolaborasi dan kompetisi yang baru, eksplorasi ke wilayah sumber
informasi baru, menjelajah forum komunikasi baru, mengembangkan strategi
penilaian yang baru yang lebih variatif. Yang lebih penting dari itu adalah
melaksanakan perencanaan belajar dalam implementasi belajar kegiatan sebagai
proses kreatif dan menetapkan target mutu produk belajar sebagai produk kreatif
yang inovatif.
2.2
Jenis-Jenis Kreativitas Belajar
Mengingat
kompleksitas dari konsep kreativitas tampaknya hal ini tidak mungkin karena
kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek yang saling berkaitan tetapi
penekanannya berbeda-beda.
Berdasarkan
berbagai definisi kreativitas itu, Rhodes
(Munandar, 1999) mengelompokkan berbagai definisi tersebut ke dalam empat kategori, yaitu person (pribadi), press (pendorong), process (proses),
dan product (produk).
1)
Kategori press
atau dorongan
baik dorongan
internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau
bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan social
dan psikologis. Mengenai press dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak
menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan kreativitas dan inovasi.
Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan
konformitas dan tradisi dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan
baru.
2)
Kategori proses
Torrance (Sternberg dalam Munandar, 1999)
mengungkapkan bahwa proses kreatif pada dasarnya serupa dengan langkah-langkah
dalam metode ilmiah, yaitu kesadaran adanya kesulitan atau masalah, membuat
dugaan dan hipotesa, menguji dugaan atau hipotesis, mengevaluasi dan menguji
ulang hipotesis, serta menyimpulkan hasil temuan.
3)
Kategori produk
Kreatif
menekankan defnisinya pada orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan. Produk
yang dihasilkan merupakan kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya,
sebagai contoh misalnya kursi roda merupakan perpaduan antara kursi dan roda.
Produk kreatif memiliki karakteristik yaitu produk tersebut harus nyata, baru,
dan merupakan hasil unik individu dalam interaksinya dengan lingkungannya
(Rogers dalam Munandar, 1999).
Keempat kategori
P ini saling berkaitan. Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses
kreatif, dengan dukungan atau dorongan dari lingkungan menghasilkan suatu
produk keratif. Dengan demikian, penting mengembangkan bakat kreatif seorang
anak sejak dini yang dimulai dengan dorongan dari lingkungan, terutama
lingkungan keluarga.
2.3
Pengembangan Kreativitas Belajar Peserta Didik
Melalui Pembelajaran Sejarah
Dalam proses
pembelajaran sejarah yang ada kurang mengikuti peserta didik serta banyak
mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah materi
sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan
rangsangan (stimulus response) bagi daya nalar dan berpikir kritis
Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab)
nilai-nilai berharga yang dapat terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif
pengajar sejarah untuk mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah
konvensional.
Sejarah seringkali
menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka dijejali dengan
nama-nama tokoh, tempat dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting
dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik,
membosankan, bahkan yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Jika kondisi semacam
ini terus menerus dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran
yang masih membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi
siswa dan lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus.
Seorang
guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan
melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah
bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya
adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Guru harus memilih metode yang
paling tepat digunakan. Apakah tujuan yang akan dicapai pada ranah kognitif, afektif, atau psychomotor
perlu dipertimbangkan guru dalam menentukan metode.
Pembelajaran sejarah yang bertujuan untuk
mengembangkan ranah afektif, metode yang digunakan tidak sama dengan metode
untuk mencapai tujuan pembelajaran pada ranah kognitif. Perbedaan penggunaan
metode untuk mencapai ketiga tujuan itu harus tampak pada hasil yang didapat
setelah proses pembelajaran selesai. Untuk mencapai ranah afektif diperlukan
metode yang membentuk sikap siswa yang menitikberatkan pada perasaan senang
ataupun tidak senang terhadap pelajaran sejarah. Sedangkan pencapaian ranah
kognitif lebih kepada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang sejarah.
Sedangkan untuk ranah psychomotorik dititikberatkan pada minat dan bakat siswa.
Penentuan metode apa yang akan digunakan bergantung kepada beberapa faktor,
yaitu tujuan yang akan dicapai, siswa yang berbagai ragam, besar dan situasi
kelas, fasilitas yang tersedia, topik yang akan dibicarakan, dan kemampuan
profesional guru. Berikut beberapa macam metode berdasarkan perspektif para
Ahli, yakni :
1)
Metode sinektik
Metode
sinektik dapat menjadi salah satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran
sejarah. Gordon menyebut metode sinektik sebagai metode untuk meningkatkan
kreativitas dengan meningkatkan penggunaan analogi dalam berpikir kreatif.
Metode
sinektik membantu kreativitas kelompok untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama mengarahkan alur pikir anggotanya. Dengan demikian partisipasi
individu untuk bergabung harus dilandasi oleh perasaan senang dan keinginan
yang tinggi dari anggota. Prosedur sinektik dapat dimanfaatkan dalam semua
bidang studi. Dua strategi pembelajaran yang mendasari prosedur sinektik
menurut Peso adalah (1) menciptakan sesuatu yang baru dan (2) memperkenalkan
keanehan.
1. Menciptakan
sesuatu yang baru
Strategi
pertama dirancang untuk membantu siswa dalam memahami masalah, ide, dan konsep
agar kreativitas siswa dapat berkembang. Strategi ini menggunakan
analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak dengan tujuan untuk
mengembangkan suatu pemahaman baru tentang konsep atau masalah. Dalam pelajaran
sejarah misalnya konsep tentang kebudayaan. Apa yang dimaksud dengan
kebudayaan, apakah ada hubungan antara kebudayaan dengan kesenian, mengapa
kebudayaan penting untuk dibicarakan.
2. Memperkenalkan
keanehan.
Berlainan
dengan strategi pertama, strategi kedua dirancang untuk memberikan pemahaman
dalam menambah dan memperdalam sesuatu yang baru atau materi yang sulit
dipahami, melalui analisis dan konvergensi. Untuk itu siswa diberikan pilihan
dengan membedakan karakteristik antara subyek yang dikenalnya dengan yang tidak
dikenalnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2003), dialog berarti percakapan antara dua tokoh atau lebih. Sedangkan
interaktif artinya bersifat saling aktif. Dialog Interaktif merupakan
kegiatan mengundang seorang atau beberapa tokoh dengan tujuan membahas masalah
aktual atau permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara. Secara sederhana model dialog
interaktif dalam pembelajaran di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa
secara kelompok, dimana salah seorang berperan sebagai presenter (pembawa
acara) salah satu stasiun TV, dan anggota lainnya berperan sebagai saksi
sejarah, tokoh atau pakar dalam materi sejarah yang sedang dipelajari. Mereka
lalu terlibat dialog yang melibatkan kelompok lain yang berperan sebagai
pemirsa di studio atau di rumah. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan
perumusan kesimpulan, refleksi dan pemberian tugas (PR).
Keunggulan
model dialog interaktif ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi
yang dekat dengan keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak
siswa belajar sambil bermain. Menurut Meier (2004:206), jika dilaksanakan
secara bijaksana akan memberikan manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang
menghambat; (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar; (3) mengajak
siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar.
2)
Pembelajaran Model Dialog Interaktif
Strategi-strategi
belajar telah banyak dibicarakan oleh para ahli yang pada umumnya menekankan
pada tiga ide utama: (1) intelektual berkembang pada saat individu menghadapi
ide-ide baru dan sulit serta mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka
ketahui, (2) ide kedua berkaitan dengan interaksi dengan orang lain, dapat
memperkaya perkembangan intelektual, dan (3) peran guru sebagai seorang
pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), dialog berarti percakapan antara dua tokoh
atau lebih. Sedangkan interaktif artinya bersifat saling aktif. Dialog
Interaktif merupakan kegiatan mengundang seorang atau beberapa tokoh dengan
tujuan membahas masalah aktual atau permasalahan yang menyangkut kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara. Pada stasiun televisi swasta dan nasional, acara
ini merupakan salah satu acara favorit yang banyak menarik pemirsa, karena
merupakan wahana untuk mendapatkan informasi yang aktual, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Secara sederhana model dialog interaktif dalam
pembelajaran di kelas adalah diskusi yang dilakukan oleh siswa secara kelompok,
dimana salah seorang berperan sebagai presenter (pembawa acara) salah satu
stasiun TV, dan anggota lainnya berperan sebagai saksi sejarah, tokoh atau
pakar dalam materi sejarah yang sedang dipelajari. Mereka lalu terlibat dialog
yang melibatkan kelompok lain yang berperan sebagai pemirsa di studio atau di
rumah. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan perumusan kesimpulan, refleksi dan
pemberian tugas (PR).
Keunggulan
model dialog interaktif ini adalah siswa digiring untuk melakukan suatu aksi
yang dekat dengan keseharian mereka. Metode ini juga menarik karena mengajak
siswa belajar sambil bermain. Menurut Meier (2004 : 206), jika dilaksanakan
secara bijaksana akan memberikan manfaat : (1) menyingkirkan keseriusan yang
menghambat; (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar; (3) mengajak
siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran; (4) meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar
BAB 3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Mata Pelajaran IPS Sejarah
merupakan pengetahuan tentang peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu
dengan prinsip sebab akibat dan kronologis peristiwa yang terjadi di
masyarakat. Dengan mempelajari sejarah diharapkan siswa mampu memahami fakta,
peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu, mengembangkan cara berfikir
kritis dan mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan
sehari-hari. Kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran Sejarah khususnya perlu adanya upaya untuk mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam pembelajaran Sejarah.
Pembelajaran dengan model dialog
interaktif dan sinektik seperti apa yang sudah ada pada penjelasan di atas
mungkin akan dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa karena model
pembelajaran ini melibatkan aspek intelektual dan sosio emosional siswa. Selain
itu dapat pula meningkatkan kecakapan sosial siswa, yakni kemampuan berbicara
dan berkomunikasi dengan orang lain.
Belajar kreatif
telah menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga
kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada
proses dan hasil belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang
lebih baik atau sesuatu yang baru.
DAFRTAR PUSTAKA
Mulyadi, 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah.
PPG Keguruan Jakarta.
Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar