Selasa, 23 Desember 2014



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1      Latar belakang
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Maka posisi discovery disini sangat penting dan harus diperhatikan oleh guru dalam menjalankan pembelajarannya ke peserta didik untuk menjadikan suatu pembelajaran yang efektif. Melalui konsep belajar penemuan (discoverylearning ) pada dasarnya menjelaskan mengenai proses pembentukan belajar dengan jalan menggali dan mencari sendiri pengetahuan, pemahaman, pengertian dan konsep-konsep secara mandiri.Konsep belajar penemuan (discovery learning ) pada penerapannya dapat diterapkan pada pembelajaran Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan dari indifidu yang bersangkutan.
            Maka metode pembelajaran dengan discovery leasrning penting dibahas karena akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran  berlangsung. Setiap guru atau pendidik mempunyai alasan-alasan mengapa ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu.Maka dalam menggunakan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau  pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).


1.2      Rumusan masalah

1.2.1        Apa definisi discovery learning ?
1.2.2        Bagaimana karakteristik metode discovery learning ?
1.2.3        Bagaimana tujuan penggunaan discovery learning?
1.2.4        Apa saja langkah-langkah metode discovery learning?
1.2.5        Apa saja Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan metode discovery learning?
1.2.6        Bagaimana penerapan discovery learning dalam pembelajaran sejarah ?

1.3      Tujuan

1.3.1        Dapat menjelaskan definisi discovery learning.
1.3.2        Dapat menjelaskan karakteristik discovery learning.
1.3.3        Dapat menjelaskan tujuan penggunaan discovery learning.
1.3.4        Dapat menyebutkan langkah-langkah metode discovery learning.
1.3.5        Dapat menyebutkan Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan metode discovery learning.
1.3.6        Dapat menjelaskan penerapan discovery learning dalam pembelajaran sejarah








BAB 2. PEMBAHASAN
2.1       Definisi Discovery Learning Menurut Para Ahli
Menurut Sund dalam Roestiyah (1998,22), discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain: Mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjejelaskan, Mengukur, membuat kesinmpulan, dan sebagainya. Para ahli mendefinisikan discovery learning berbeda-beda, sesuai dengan sudut  pandanganya masing-masing :
1.      Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
2.      Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus  berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
3.      Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Maier dalam Winddiharto (2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan,  jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar  penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri  problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan  bermasyarakat.

2.2       Karakteristik Discovery Learning
Ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
1.      Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2.      Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3.      Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.      Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
5.      Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
6.      Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7.      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8.      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9.      Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
10.  Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
11.  Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
12.  Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
13.  Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14.  Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15.  Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
16.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman  baru yang didasari pada pengalaman nyata.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran kontruktivisme tersebut diatas, maka dalam penerapannya didalam kelas sebagai berikut :
1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
2.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
3.      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa lainnya.
5.      Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya diskusi.
6.      Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif.
            Dari teori belajar kognitif serta ciri dan penerapan teori kontruktivisme tersebut dapat melahirkan strategi discovery learning.

2.3       Tujuan Pengunaan Discovery Learning
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata. Bell dalam Ratumanan (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.       Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam  pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b.      Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
c.       Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
d.      Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e.       Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f.       Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Adapun peran guru dalam penggunaan discovery learning ini antara lain : Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.       Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa. 
b.      Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada  pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c.       Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik. d.
            Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya  berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik  pada waktu yang tepat.

2.4       Langkah-langkah Penggunaan discovery Learning
Menurut Jerome Bruner  Langkah-langkah penggunaan discovery learningada 6 :
a)      Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198). Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca  buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah Syah (2004:244). Sebagaimana pendapat Djamarah (2002:22) bahwa: tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini  berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan  pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
Teacher can provide the condition in which discovery learning is nourished and will grow. One way they can do this is to guess at answers and let the class know they are guessing . (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).  
Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. 
b)      Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut (Djamarah, 2002:22) permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni  pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa  perrmasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. Sebagaimna pendapat Bruner bahwa:
The students can then analyze the teacher’s answer. This help prove to them that exploration can be both rewarding and safe. And it is thus a valuable technique for building life long discovery habits in the student  (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).
c)      Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini  berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)  berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22). Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d)      Data processing (pengolahan data).
 Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif  jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e)      Verification (pentahkikan/pembuktian).
            Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner,  bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Sehingga setelah mencapai tujuan tersebut atau berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak (Djamarah, 2002:22).
f)        Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).
 Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata  prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198). Yang perlu diperhatikan siswa setelah menarik kesimpulan adalah proses generalisasi menekankan pentingnya penguasaan pelajar atas makna dan kaidah atau prinsip- prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses  pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu (Slameto, 2003:119). Yaitu dengan menangkap ciri-ciri atau sifat sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus (Djamarah, 2002:191)Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan mengaplikasikan metode discovery learning, sfer tinggi.

 2.5       Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning
Penggunaan tekhnik discovery ini adalah guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Roestiyah(1998,20). Maka teknik ini memiliki kelebihan sebagai berikut :
1.      Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam psroses kognitif/pengenalan siswa.
2.      Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3.      Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.
4.      Mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5.      Mampu mengarahkan cara siswa belajar,sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
6.      Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
7.      Strategi itu berpusat pada siswa,tidak pada guru.Guru hanya sebagai teman  belajar saja, membantu bila diperlukan.
Walau demikian,masih ada pula kelemahan yg perlu diperhatikan ialah:
1.      Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
2.      Bila kelas terlalu besar penguunaan teknik ini akan kurang berhasil.
3.      Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sempat kecewa bila diganti dengan teknik ini.
4.      Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini trelalu mementingkan proses pengertian saja,kurang memperhatikan  perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
5.      Tidak memberika kesempatan berpikir secara kreatif.

2.6       Penerapan Dalam mata pelajaran sejarah
Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa  berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan  berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi pola pikir, juga akan dapat meningkatkan  social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam  pembelajaran matematika.      
Menurut Burscheid dan Struve (Voigt ; 1996) belajar konsep-konsep teoritis di sekolah, tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan. Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Sebagai contoh penerapan metode discovery leraning dalam pembelajaran Sejarah dengan topik “ Konsep Berfikir diakronik dan sinkronik dalam Sejarah ”.
No
Tahap
Pembelajaran
Kegiatan
Guru
Kegiatan
Siswa
1
Stimulation/
pemberian rangsangan
a.       Mengajukan pertanyaan tentang topik konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik
b.      Menganjurkan siswa untuk membaca buku atau sumber belajar terkait topik tersebut
c.       Memberikan masalah mengenai topik konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
a.       Memahami pertanyaan sesuai topik konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
b.      Membaca buku sesuai topik yang diberika oleh guru.
c.       Mengkaji masalah yang diberikan oleh guru.

2
Problem statement/
Identifikasi masalah
a.       Membantu siswa mengembangkan hipotesis mengenai konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
b.      Membantu siswa mencari fakta/bukti atas hipotesis yang diajukan
a.       Mengembangkan hipotesis terkait konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
b.      Mencari fakta/bukti atas hipotesis yang diajukan.

3
Pengumpulan data
a.       Membimbing siswa untuk mencari informasi yang benar
b.      Membimbing siswa untuk meruuskan hipotesis
a.       Mencari informasi yang benar.
b.      Merumuskan hipotesis
4
Pengolahan data
a.       Membimbing siswa untuk mengumpulkan fakta dan  bukti yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis melalui buku, internet,dll.
b.      Membimbing siswa untuk mengolah data yang diperoleh.
c.       Mendorong siswa melakukan untuk belajar meverivikasi, mengkategorikan data.
a.       Melakukan  pengumpulan data, fakta, bukti yang mendukung hipotesis melalui buku, internet, dll.
b.      Mengolah data yang diperoleh dengan benar.
c.       Melakukan verifikasi, kategori data.
5
Verification/
pembuktian
a.       Membantu siswa memperluas hasil hipotesis yg ada.
b.      Membantu mengkaji kekurangan hipotesis.
c.       Meyakinkan siswa atas kebenaran/fakta yang menjadi jawaban dari rumusan hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul
a.       Memperluas hasil hipotesis yang ada.
b.      Mengkaji kekurangan hipotesis.
c.       Menerima kebenaran/fakta yang menjadi jawaban rumusan hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul.
6
Generalization/
Penarikan kesimpulan
a.       Membantu siswa mengungkapkan  penyelesaian masalah yang dipecahkan.
b.      Membimbing siswa untuk menganalisis masing-masing kesimpulan yang telah dibuat.
c.       Membimbing siswa untuk memilih pemecahan masalah yg sesuai dengan topik dengan tepat
a.       Mengungkapkan  penyelesaian masalah yang dipecah.
b.      Melakukan analisis atas masing-masing kesimpulan yang telah dibuat.
c.       Melakukan pemilihan  pemecahan masalah yang paling tepat


BAB 3. PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan  pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
 Metode pembelajaran dengan discovery learning begitu penting dibahas karena akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran  berlangsung. Setiap guru atau pendidik mempunyai alasan-alasan mengapa ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu.Maka dalam menggunakan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan






DAFTAR PUSTAKA

Nosalmathedu,2012. Model pembelajaran discovery learning.
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta, Rineka Cipta
Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. 2014. Mata Pelajaran Sejarah SMA/SMK untuk Guru. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
http://nosalmathedu10.blogspot.com/2012/07/model-pembelajaran-discovery-learning.html (06 Oktober 2013 –  13:41).
http://mrjendela-maryoto.blogspot.com/2013/03/pembelajaran-discovery-learning.html [Serial On Line ] (06 Oktober 2013 – 15:08).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar