BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari
berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Maka posisi
discovery disini sangat penting dan harus diperhatikan oleh guru dalam
menjalankan pembelajarannya ke peserta didik untuk menjadikan suatu
pembelajaran yang efektif. Melalui konsep belajar penemuan (discoverylearning )
pada dasarnya menjelaskan mengenai proses pembentukan belajar dengan jalan
menggali dan mencari sendiri pengetahuan, pemahaman, pengertian dan
konsep-konsep secara mandiri.Konsep belajar penemuan (discovery learning ) pada
penerapannya dapat diterapkan pada pembelajaran Dengan mengaplikasikan metode
Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan
dari indifidu yang bersangkutan.
Maka metode pembelajaran dengan discovery leasrning
penting dibahas karena akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh guru selama pembelajaran
berlangsung. Setiap guru atau pendidik mempunyai alasan-alasan mengapa
ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu.Maka
dalam menggunakan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Dengan demikian
seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan
siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri. Bruner mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
1.2
Rumusan masalah
1.2.1
Apa definisi
discovery learning ?
1.2.2
Bagaimana
karakteristik metode discovery learning ?
1.2.3
Bagaimana tujuan
penggunaan discovery learning?
1.2.4
Apa saja
langkah-langkah metode discovery learning?
1.2.5
Apa saja Kelebihan dan
kekurangan dalam penggunaan metode discovery learning?
1.2.6
Bagaimana penerapan
discovery learning dalam pembelajaran sejarah ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Dapat menjelaskan
definisi discovery learning.
1.3.2
Dapat menjelaskan
karakteristik discovery learning.
1.3.3
Dapat menjelaskan
tujuan penggunaan discovery learning.
1.3.4
Dapat menyebutkan
langkah-langkah metode discovery learning.
1.3.5
Dapat menyebutkan
Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan metode discovery learning.
1.3.6
Dapat menjelaskan
penerapan discovery learning dalam pembelajaran sejarah
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Discovery Learning Menurut Para Ahli
Menurut Sund
dalam Roestiyah (1998,22), discovery
learning adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental
tersebut antara lain: Mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjejelaskan,
Mengukur, membuat
kesinmpulan, dan
sebagainya. Para ahli mendefinisikan discovery learning berbeda-beda, sesuai
dengan sudut pandanganya masing-masing :
1. Menurut Wilcox (Slavin, 1977),
dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar
melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri.
2. Pengertian
discovery learning menurut Jerome
Bruner adalah
metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik
kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang
menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif didalam
belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya
discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir.
3. Menurut Bell (1978) belajar
penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi,
membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie
menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan
(conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan
menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan
membuat ekstrapolasi. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari
strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Maier dalam Winddiharto (2004) yang menyatakan
bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau
proses semata –
mata ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning
adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia
dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan
belajar penemuan, anak juga bisa belajar
berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di
transfer dalam kehidupan bermasyarakat.
2.2 Karakteristik Discovery Learning
Ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi
dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses
pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
1.
Menekankan pada
proses belajar, bukan proses mengajar.
2.
Mendorong
terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3.
Memandang siswa
sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.
Berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
5.
Mendorong siswa
untuk mampu melakukan penyelidikan.
6.
Menghargai peranan
pengalaman kritis dalam belajar.
7.
Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8.
Penilaian belajar
lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9.
Mendasarkan proses
belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
10. Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan
proses pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
11. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog
atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
16. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasari pada pengalaman nyata.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran kontruktivisme tersebut
diatas, maka dalam penerapannya didalam kelas sebagai berikut :
1.
Mendorong
kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
2.
Guru mengajukan
pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk
merespon.
3.
Mendorong siswa
berpikir tingkat tinggi.
4.
Siswa terlibat
secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa lainnya.
5.
Siswa terlibat
dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya diskusi.
6.
Guru menggunakan
data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif.
Dari teori belajar kognitif serta
ciri dan penerapan teori kontruktivisme tersebut dapat melahirkan strategi discovery learning.
2.3 Tujuan Pengunaan Discovery Learning
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini
disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan
pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam
situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai
salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa
belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi
sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata. Bell dalam
Ratumanan (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan
penemuan, yakni sebagai berikut:
a.
Dalam penemuan
siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa
partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan
digunakan.
b.
Melalui
pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi
tambahan yang diberikan.
c.
Siswa juga belajar
merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab
untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
d.
Pembelajaran dengan
penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e.
Terdapat beberapa
fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f.
Keterampilan yang
dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah
ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang
baru.
Adapun peran guru dalam penggunaan discovery learning ini
antara lain : Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam
pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a.
Merencanakan
pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b.
Menyajikan materi
pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar
penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c.
Guru juga harus
memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik. d.
Bila siswa memecahkan masalah di
laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau
tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan
yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana
diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
2.4 Langkah-langkah Penggunaan discovery
Learning
Menurut Jerome Bruner Langkah-langkah penggunaan discovery learningada
6 :
a)
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba
dalam Affan, 1990:198). Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah Syah (2004:244). Sebagaimana pendapat Djamarah (2002:22)
bahwa: tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak
didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation
pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan
siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
Teacher can provide the condition in which discovery
learning is nourished and will grow. One way they can do this is to guess at
answers and let the class know they are guessing . (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).
Dengan demikian seorang Guru harus menguasai
teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan
siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b)
Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan menurut (Djamarah, 2002:22)
permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang
diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisa perrmasasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna membangun siswa agar mereka terbiasa
untuk menemukan suatu masalah. Sebagaimna pendapat Bruner bahwa:
The students can then analyze the teacher’s answer. This
help prove to them that exploration can be both rewarding and safe. And it is
thus a valuable technique for building life long discovery habits in the
student (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).
c)
Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik
diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22). Konsekuensi dari tahap ini adalah
siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d)
Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah
(2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean
coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan
baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e)
Verification (pentahkikan/pembuktian).
Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Sehingga setelah mencapai
tujuan tersebut atau berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi
yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak
(Djamarah, 2002:22).
f)
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).
Tahap
generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana
berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau
generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan
kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi (Junimar Affan, 1990:198). Yang perlu diperhatikan siswa setelah
menarik kesimpulan adalah proses generalisasi menekankan pentingnya penguasaan
pelajar atas makna dan kaidah atau prinsip- prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu (Slameto,
2003:119). Yaitu dengan menangkap ciri-ciri atau sifat sifat umum yang terdapat
dalam sejumlah hal yang khusus (Djamarah, 2002:191)Selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung dengan mengaplikasikan metode discovery learning, sfer
tinggi.
2.5
Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning
Penggunaan tekhnik discovery ini adalah guru berusaha
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Roestiyah(1998,20). Maka teknik ini
memiliki kelebihan sebagai berikut :
1.
Teknik ini mampu
membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan
keterampilan dalam psroses kognitif/pengenalan siswa.
2.
Siswa memperoleh
pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat
kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3.
Dapat membangkitkan
kegairahan belajar para siswa.
4.
Mampu memberikan
kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5.
Mampu mengarahkan
cara siswa belajar,sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
lebih giat.
6.
Membantu siswa
untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
penemuan sendiri.
7.
Strategi itu
berpusat pada siswa,tidak pada guru.Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.
Walau demikian,masih ada pula kelemahan yg perlu diperhatikan ialah:
1.
Pada siswa harus
ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.Siswa harus berani
dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
2.
Bila kelas terlalu
besar penguunaan teknik ini akan kurang berhasil.
3.
Bagi guru dan siswa
yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan
sempat kecewa bila diganti dengan teknik ini.
4.
Dengan teknik ini
ada yang berpendapat bahwa proses mental ini trelalu mementingkan proses
pengertian saja,kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
5.
Tidak memberika
kesempatan berpikir secara kreatif.
2.6 Penerapan Dalam mata pelajaran sejarah
Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok-
kelompok kecil, siswa berinteraksi satu
dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa
yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap
materi pola pikir, juga akan dapat
meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting
dalam pembelajaran matematika.
Menurut Burscheid
dan Struve (Voigt ; 1996) belajar
konsep-konsep teoritis di sekolah, tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada
individu siswa yang akan menemukan konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa
dapat mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan.
Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa
siswa, atau serentak dengan semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling
mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan
pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami
dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan
belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Sebagai contoh penerapan metode discovery leraning dalam
pembelajaran Sejarah dengan topik “ Konsep
Berfikir diakronik dan sinkronik dalam Sejarah ”.
No
|
Tahap
Pembelajaran
|
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
1
|
Stimulation/
pemberian rangsangan
|
a. Mengajukan pertanyaan tentang topik konsep berfikir
sejarah diakronik dan sinkronik
b. Menganjurkan siswa untuk membaca buku atau sumber
belajar terkait topik tersebut
c. Memberikan masalah mengenai topik konsep berfikir
sejarah diakronik dan sinkronik.
|
a. Memahami pertanyaan sesuai topik konsep berfikir
sejarah diakronik dan sinkronik.
b. Membaca buku sesuai topik yang diberika oleh guru.
c. Mengkaji masalah yang diberikan oleh guru.
|
2
|
Problem
statement/
Identifikasi masalah
|
a. Membantu siswa mengembangkan hipotesis mengenai konsep
berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
b. Membantu siswa mencari fakta/bukti atas hipotesis yang
diajukan
|
a.
Mengembangkan
hipotesis terkait konsep berfikir sejarah diakronik dan sinkronik.
b.
Mencari
fakta/bukti atas hipotesis yang diajukan.
|
3
|
Pengumpulan
data
|
a. Membimbing siswa untuk mencari informasi yang benar
b. Membimbing siswa untuk meruuskan hipotesis
|
a. Mencari informasi yang benar.
b. Merumuskan hipotesis
|
4
|
Pengolahan
data
|
a. Membimbing siswa untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung
hipotesis melalui buku, internet,dll.
b. Membimbing siswa untuk mengolah data yang diperoleh.
c. Mendorong siswa melakukan untuk belajar meverivikasi,
mengkategorikan data.
|
a. Melakukan
pengumpulan data, fakta, bukti yang mendukung hipotesis melalui buku,
internet, dll.
b. Mengolah data yang diperoleh dengan benar.
c. Melakukan verifikasi, kategori data.
|
5
|
Verification/
pembuktian
|
a. Membantu siswa memperluas hasil hipotesis yg ada.
b. Membantu mengkaji kekurangan hipotesis.
c. Meyakinkan siswa atas kebenaran/fakta yang menjadi
jawaban dari rumusan hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul
|
a. Memperluas hasil hipotesis yang ada.
b. Mengkaji kekurangan hipotesis.
c. Menerima kebenaran/fakta yang menjadi jawaban rumusan
hipotesis dan dari data-data yang telah terkumpul.
|
6
|
Generalization/
Penarikan kesimpulan
|
a. Membantu siswa mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan.
b. Membimbing siswa untuk menganalisis masing-masing
kesimpulan yang telah dibuat.
c. Membimbing siswa untuk memilih pemecahan masalah yg
sesuai dengan topik dengan tepat
|
a. Mengungkapkan
penyelesaian masalah yang dipecah.
b. Melakukan analisis atas masing-masing kesimpulan yang
telah dibuat.
c. Melakukan pemilihan
pemecahan masalah yang paling tepat
|
BAB 3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini
disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan
mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi
discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat
dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba
memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam
kehidupan nyata.
Metode pembelajaran
dengan discovery learning begitu penting dibahas karena akan menjelaskan makna
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran berlangsung. Setiap guru atau pendidik
mempunyai alasan-alasan mengapa ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan
menentukan sikap tertentu.Maka dalam menggunakan metode discovery learning guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Nosalmathedu,2012.
Model pembelajaran discovery learning.
Roestiyah.
1998. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta, Rineka Cipta
Materi Pelatihan Guru Implementasi
Kurikulum 2013 Tahun 2014. 2014. Mata
Pelajaran Sejarah SMA/SMK untuk Guru. Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
http://nosalmathedu10.blogspot.com/2012/07/model-pembelajaran-discovery-learning.html
(06 Oktober 2013 – 13:41).
http://mrjendela-maryoto.blogspot.com/2013/03/pembelajaran-discovery-learning.html
[Serial On Line ] (06 Oktober 2013 – 15:08).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar